Masjid sebagai Ruang Publik Menjaga Keseimbangan antara Ibadah dan Kebutuhan Umat

Senin, 10 Nov 2025 01:09
Tidur di masjid diperbolehkan dalam Islam, asalkan tetap menjaga kesopanan dan tidak mengganggu ibadah. Masjid seharusnya menjadi tempat yang inklusif dan mudah diakses oleh semua umat, seimbang antara kesucian dan fungsinya sebagai ruang publik. Istimewa

NARASINETWORK.COM - Masjid, sebagai rumah Allah SWT, idealnya menjadi ruang yang inklusif dan mudah diakses oleh siapa pun. Pada era Nabi Muhammad SAW, Masjid Nabawi selalu terbuka, bahkan menjadi tempat bermalam bagi mereka yang membutuhkan, termasuk non-Muslim. Hal ini menjadi landasan sebagian ulama untuk menyatakan bahwa tidur di masjid adalah mubah (diperbolehkan).

Imam Syafi'i, misalnya, berpendapat bahwa jika non-Muslim saja diizinkan tidur di masjid, terlebih lagi seorang Muslim. Masjid sebaiknya dikelola sebagai ruang yang inklusif dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Namun, seiring waktu, banyak masjid diperlakukan secara eksklusif. Pintu hanya dibuka pada waktu tertentu, dan setelah salat berjamaah, masjid segera ditutup dan dikunci dengan alasan menjaga kesucian.

Banyak masjid kini hanya berfungsi sebagai tempat salat dan zikir. Anak-anak yang bermain di masjid seringkali ditegur dan diusir. Orang yang beristirahat atau tertidur di masjid juga diperingatkan. Padahal, tidak ada dalil eksplisit dalam Al-Quran dan hadis yang membatasi fungsi masjid hanya untuk ibadah sakral.

Sebaliknya, ada dalil yang menunjukkan bahwa masjid juga dapat digunakan untuk kegiatan lain. Rasulullah SAW pernah berlomba gulat dengan sahabat di masjid, seperti diriwayatkan oleh Aisyah RA. Meskipun Umar bin Khattab awalnya tidak setuju, namun setelah melihat Rasulullah SAW melakukannya, Umar pun memakluminya.

Sebagai rumah Allah SWT, fungsi masjid yang mudah diakses dan inklusif seharusnya lebih diutamakan daripada fungsi yang hanya suci. Masjid yang mudah diakses dapat menjadi tempat berlindung bagi siapa pun yang membutuhkan, tanpa memandang status sosial atau agama.

Mayoritas ulama mazhab dalam Islam membolehkan tidur di masjid, termasuk bagi mereka yang sudah memiliki tempat tinggal. Salah satu argumentasinya adalah hadis tentang Ali bin Abi Thalib. Suatu ketika, Rasulullah SAW mencari Ali di rumah Fatimah RA, namun tidak menemukannya. Fatimah menjelaskan bahwa Ali berada di masjid karena ada masalah di antara mereka.

Rasulullah SAW kemudian menemukan Ali tertidur di masjid dengan jubah berdebu. Rasulullah SAW kemudian membangunkan Ali dengan sebutan "Abat-turab" (Bapak debu).

Selain itu, ada riwayat tentang kebiasaan Abdullah bin Umar yang sering tidur di masjid saat muda. Hal ini memperkuat argumen bahwa masjid seharusnya terbuka bagi siapa saja.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidur di masjid diperbolehkan, asalkan tetap menjaga kesopanan dan tidak mengganggu ibadah. Masjid sebagai rumah Allah SWT seharusnya menjadi tempat yang inklusif dan bermanfaat bagi seluruh umat manusia.

 

Berita Terkini