NARASINETWORK.COM - Ruang bekerja itu dibuat terasa nyaman, setiap harinya meja sang konselor sudah dipenuhi berkas hukum dari anak-anak yang menunggu untuk ditinjau dari Lapas dan Bapas. Di posisi itu ia merasa berat, lalu menatap kaca rias, membenarkan letak blazer, dan menuju bilik yang sudah disediakan, tempat ia menemui anak-anak yang membutuhkan uluran kasihnya dan tentu mendengarkan tanpa menghakimi.
Menjadi seorang konselor bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum (ABH) adalah panggilan yang menuntut lebih dari sekadar pengetahuan dan keterampilan profesional. Profesi ini menguji batas-batas emosional dan mental, mengharuskan praktisi untuk memiliki ketahanan, empati, dan kekuatan mental yang luar biasa. Kekuatan mental bukan hanya sekadar kemampuan untuk mengatasi stres, tetapi juga kemampuan untuk menjaga keseimbangan, perspektif, dan harapan di tengah tantangan yang berat.
Salah satu aspek terpenting dari kekuatan mental seorang konselor ABH adalah kemampuan untuk mengelola stres dan mencegah burnout. Mereka secara rutin terpapar pada cerita-cerita traumatis, kondisi kehidupan yang sulit, dan sistem peradilan yang seringkali terasa lambat dan tidak adil. Anak-anak yang mereka layani mungkin menunjukkan perilaku yang menantang, resisten terhadap bantuan, atau mengalami kemunduran setelah kemajuan yang signifikan.
Konselor harus mampu menjaga jarak emosional yang sehat, mengakui dampak pekerjaan pada diri mereka sendiri, dan secara aktif mencari cara untuk mengisi ulang energi mereka. Ini bisa melibatkan supervisi reguler, konseling pribadi, latihan mindfulness, atau kegiatan rekreasi yang memberikan kesenangan dan relaksasi.
Empati adalah kualitas penting lainnya, tetapi harus dipraktikkan dengan hati-hati. Konselor ABH harus mampu memahami dan merasakan emosi anak-anak yang mereka layani, tetapi tanpa larut dalam emosi tersebut. Mereka harus mampu berempati tanpa menjadi terlalu terikat secara emosional, yang dapat menyebabkan kelelahan dan gangguan penilaian. Menetapkan batasan yang jelas dan menjaga objektivitas profesional adalah kunci untuk mempertahankan empati yang berkelanjutan.
Ketahanan adalah kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan. Konselor ABH akan menghadapi banyak kemunduran, penolakan, dan situasi yang membuat frustrasi. Mereka mungkin melihat anak-anak yang mereka layani kembali melakukan tindak pidana, gagal memenuhi persyaratan program, atau mengalami nasib yang tragis. Mereka harus mampu belajar dari pengalaman-pengalaman ini, mempertahankan harapan, dan terus memberikan yang terbaik bagi anak-anak yang membutuhkan. Ketahanan dibangun melalui refleksi diri, dukungan dari kolega, dan keyakinan yang mendalam pada potensi perubahan dan pertumbuhan.
Selain itu, konselor ABH harus memiliki kemampuan untuk berpikir kritis dan memecahkan masalah secara kreatif. Sistem peradilan anak seringkali kompleks dan birokratis, dengan sumber daya yang terbatas dan banyak hambatan untuk perubahan. Konselor harus mampu menavigasi sistem ini, mengidentifikasi solusi inovatif, dan mengadvokasi kebutuhan anak-anak yang mereka layani. Ini membutuhkan pemahaman yang mendalam tentang hukum, kebijakan, dan praktik yang relevan, serta kemampuan untuk membangun hubungan yang kuat dengan para pemangku kepentingan lainnya.
Konselor ABH harus memiliki komitmen yang kuat terhadap keadilan sosial dan hak-hak anak. Mereka harus percaya bahwa setiap anak, terlepas dari latar belakang atau tindakan mereka, berhak mendapatkan kesempatan untuk mengubah hidup mereka dan mencapai potensi penuh mereka. Keyakinan ini akan membantu mereka untuk tetap termotivasi dan berdedikasi, bahkan ketika menghadapi tantangan yang paling sulit.
Kekuatan mental adalah fondasi dari praktik yang efektif dan berkelanjutan sebagai seorang konselor bagi anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Ini melibatkan kemampuan untuk mengelola stres, mempraktikkan empati yang sehat, membangun ketahanan, berpikir kritis, dan mempertahankan komitmen terhadap keadilan sosial. Dengan mengembangkan dan memelihara kekuatan mental ini, konselor dapat memberikan dukungan yang transformatif bagi anak-anak yang paling rentan dalam masyarakat kita.