NARASINETWORK.COM - Delegasi Indonesian Interfaith Scholarship (IIS) 2025 melanjutkan program di Jawa Tengah dengan mengunjungi Candi Borobudur, Sabtu lalu (15/11/2025). Situs warisan dunia UNESCO ini merupakan pusat pembelajaran spiritual Buddhis di Indonesia.
Para peserta dari Austria mendapatkan penjelasan mengenai sejarah, arsitektur, filosofi, serta peran Borobudur sebagai simbol kerukunan lintas budaya Nusantara. Pemandu menerangkan bahwa Borobudur dibangun pada abad ke-8 pada masa Dinasti Syailendra sebagai mandala yang menggambarkan perjalanan menuju pencerahan. Struktur bertingkatnya melambangkan perjalanan manusia meninggalkan keduniawian menuju kesempurnaan batin.
"Relief cerita Jataka dan Lalitavistara menjadi bukti ajaran moral Buddhis telah lama hidup berdampingan dengan budaya lokal Jawa," jelas pemandu.
Usai berkeliling Borobudur, delegasi IIS berdiskusi dengan tokoh Buddhis setempat untuk memahami praktik kerukunan yang tumbuh di masyarakat. Candi Borobudur di Kabupaten Magelang menjadi contoh keberagaman Indonesia. Pemandu wisata yang sebagian besar beragama Islam mampu menjelaskan detail arsitektur mandala, kisah Jataka, hingga nilai spiritual Buddhis. Ini menunjukkan pengetahuan lintas agama telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat.
"Kami ingin menunjukkan kepada dunia internasional, khususnya para delegasi IIS, bahwa Borobudur menjadi jembatan membangun kerukunan antarumat beragama," kata Hery Susanto, Kepala Bina Lembaga Kerukunan Agama dan Lembaga Keagamaan di PKUB.
Dalam diskusi, Bhante Subhacaro menjelaskan bahwa kerukunan di Indonesia berakar pada filosofi Bhinneka Tunggal Ika. Semboyan ini menjadi landasan masyarakat Indonesia untuk hidup damai meski berbeda etnis dan agama.
“Indonesia damai karena memegang Bhinneka Tunggal Ika. Kita berbeda, tetapi satu dalam kemanusiaan. Kesadaran ini membuat umat beragama hidup berdampingan dan saling menghormati,” ujarnya.
Menurut Bhante, kerukunan di Indonesia bukan hanya teori, tetapi tercermin dalam kehidupan sosial. Tempat ibadah berdekatan, masyarakat bergotong-royong, dan perbedaan menjadi kekuatan.
Bhiksu Samantha Kumala menjelaskan bahwa Buddhisme Mahayana, yang berkembang di Indonesia, menekankan welas asih universal (karuna) dan kebahagiaan bagi semua makhluk.
“Ajaran Mahayana mengajak mengembangkan cinta kasih tanpa batas, termasuk kepada yang berbeda keyakinan. Nilai ini relevan dengan kehidupan berbangsa," jelasnya.
Ia menambahkan, praktik spiritual dalam Mahayana fokus pada pembentukan karakter melalui empati, saling memahami, dan perdamaian.
Melalui kunjungan dan dialog ini, peserta IIS diharapkan memahami bagaimana nilai agama, budaya lokal, dan filosofi kebangsaan membentuk kerukunan di Indonesia.