NARASINETWORK.COM - Para penikmat musik! NARASINETWORK.COM berkesempatan untuk berbincang-bincang Tya Subiakto. Selama lebih dari 28 tahun, Tya Subiakto telah menjadi tokoh terkemuka di dunia musik dan sastra Indonesia. Sebagai penyanyi, konduktor, komposer, arranger, orkestrasi, pianis, dan penulis, kontribusinya telah memperkaya khazanah seni Indonesia.
Perjalanan karirnya yang luar biasa, merangkum berbagai genre musik dari orkestrasi yang megah hingga musik film yang dramatis telah memikat banyak hati.
Dalam wawancara ini, Tya akan berbagi cerita inspiratif di balik karyanya, proses kreatif yang unik, dan filosofi yang membimbingnya dalam perjalanan musik yang penuh warna. Dari kolaborasi tak terduga dengan Sang suami, Alex dalam lagu "Jejak Kegalauan" hingga eksplorasi genre musik yang tak terbatas, Tya akan mengungkap rahasia di balik kesuksesannya dan memberikan pandangan mendalam tentang dunia musik Indonesia.
Berikut petikan wawancara kami :
1. Kak Tya, karya-karya Kakak telah dikenal luas di berbagai genre musik, mulai dari musik film hingga orkestrasi, menunjukkan fleksibilitas dan penguasaan teknik yang luar biasa. Namun, jika melihat lebih dekat ke preferensi pribadi Kakak, adakah genre musik tertentu, khususnya di luar genre-genre yang telah Kakak kuasai, yang ingin Kakak eksplorasi lebih lanjut?
Dan bagaimana Kakak melihat potensi kolaborasi antara musik orkestra yang Kakak kuasai dengan nuansa improvisasi yang khas dalam musik Jazz.
Juga tantangan dan peluang yang Kakak lihat dalam menggabungkan kedua elemen musik tersebut?
J : Saya bersahabat dengan semua genre musik sejak 1997. Musik adalah bahasa universal, dan setiap genre memiliki tempatnya di masyarakat, tergantung implementasi dan penggunaannya. Meskipun demikian, saya selalu terbuka untuk mengeksplorasi lebih dalam, mungkin suatu saat akan ada genre baru yang menarik perhatian saya.
Orkestra merupakan gabungan dari berbagai instrument yang bersatu menjadi beberapa section sesuai dengan jenis alat musik tersebut. Menurut sejarah musik yang saya ketahui, orkestra memainkan nomor-nomor klasik. Sementara jazz adalah untuk mereka yang berjiwa merdeka tanpa ingin diatur oleh pakem klasik.
Namun sesuai perkembangan zaman, orkestra juga bermain di luar genre klasik; tidak terkecuali memainkan jazz. Ketika jazz bertemu dengan orkestra, tantangan baru pastinya muncul, terutama untuk arranger dan orchestrator yang menggarapnya. Menentukan bagian yang mengikuti partitur sebagai pakem dan juga bagian improvisasi yang memberikan kemerdekaan jiwa bagi soloist nya adalah tantangan buat mereka yang menentukan konsep sebelum musik dipersembahkan atau direkam.
2. Mengingat kolaborasi Kak Tya dan Kak Alex dalam proyek lagu "Jejak Kegalauan" yang memadukan elemen rock dengan sentuhan orkestrasi, bagaimana proses kreatif dan pengambilan keputusan artistik dalam menggabungkan unsur-unsur musik yang beragam tersebut?
Apakah ada tantangan khusus yang dihadapi dalam proses tersebut, dan bagaimana Kakak berdua mengatasi perbedaan gaya dan pendekatan bermusik antar musisi yang terlibat? Bisakah Kakak berdua menjelaskan bagaimana masing-masing kontribusi artistik dari setiap anggota tim (termasuk Bima WP dan Rendy Suryadi) berpadu untuk menghasilkan karya akhir tersebut?
J : Dalam Jejak Kegalauan, semua aransemen dan orkestrasi ada di tangan mas Bima Wp sebagai arranger. Kolaborasi dengan saya hanya sejauh membuat melodi, menggubah lirik, dan menyanyikan lagu tersebut. Hal ini dilakukan untuk memberikan ruang bagi mas Bima Wp untuk bisa berekspresi sebagai arranger.
Yang bertindak sebagai composer dan penulis lirik adalah saya. Aransemen digarap oleh mas Bima Wp. Sementara itu, mas Bima mempercayakan permainan bass kepada suami saya, mas Alex Kuple; dan permainan drum pada mas Rendy Suryadi.
3. Kak Tya, proyek musik Kakak sangat beragam, mulai dari musik film hingga lagu-lagu solo. Apakah ada sebuah filosofi atau visi artistik yang konsisten yang memandu Kakak dalam memilih proyek-proyek musik tersebut?
Bagaimana Kakak menyeimbangkan tuntutan kreatif dari berbagai proyek yang berbeda, dan apakah ada proyek musik tertentu yang paling berkesan bagi Kakak dan mengapa?
Bisakah Kakak memberikan contoh bagaimana filosofi tersebut tercermin dalam proyek-proyek musik Kakak yang telah selesai dan proyek musik yang akan datang?
J : Ada satu prinsip yang saya pegang teguh, bahwa musik terbagi dua berdasarkan kegunaannya; yaitu musik murni (pure music) dan musik terapan (applied music).
Saya memulai perjalanan musik saya dengan berada di ranah musik terapan di tahun 1997 sebagai seorang jingle maker (pembuat jingle). Kemudian menjadi seorang conductor di tahun 1998, membawakan berbagai musik yang disukai masyarakat dalam setiap konser yang berkonsep.
Di tahun 2007, adalah awal saya membuat musik film yang sesuai dengan arahan sutradara dan produser film tersebut. Namun pada akhirnya saya memberanikan diri untuk membuat musik murni, musik yang dibuat untuk dibawakan oleh saya sendiri.
Saya masih melakukan keduanya hingga kini. Membuat musik bagi yang membutuhkannya dan mengaplikasikan untuk tujuan mereka, dan juga membuat musik untuk saya sendiri. Yang paling penting menjaga konsistensi dari keduanya hingga akhir nanti.
Saya belajar ketika membuat musik untuk orang lain. Dalam prosesnya, saya belajar membaca mindset dan selera orang yang memesan musik. Istilahnya, membaca pemikiran orang lain. Saya juga belajar untuk berjuang membuat musik hingga kata approved atau lock terdengar dari mereka.
Dan dari proses, saya belajar. Mungkin karena saya bukan lulusan universitas atau institut musik yang saya yakin seharusnya ilmu tentang hal ini ada di sana.
Dan tentunya pelajaran ini saya implementasikan ketika saya membuat musik untuk diri sendiri.
Karena hal ini, semua project yang terjadi di kehidupan saya berkeKalau contoh tertulis, tentu saya tidak dapat menjelaskan rasa dari semua musik yang pernah saya buat. Musik bersifat intangible , dan harus dinilai secara personal. Karena apresiasi pastinya datang secara personal.
4. Kak Alex dan Kak Tya, pertemuan dan kolaborasi musik Kakak berdua bermula dari sebuah buku, bukan dari dunia musik langsung. Bagaimana pengalaman unik ini mempengaruhi dinamika kolaborasi musik Kakak berdua?
Apakah pendekatan non-musik dalam awal pertemuan tersebut membawa perspektif atau pendekatan yang berbeda dalam proses kreatif musik bersama?
Bagaimana latar belakang pertemuan tersebut memengaruhi cara Kakak berdua berkolaborasi dalam menciptakan musik?
J : Kami memang belum berjumpa sejak kiprah awal karir musik kami. Saya yang mengawali karir dalam musik terapan dan mas Alex Kuple yang sudah menjadi bassist ALV Band dengan Nugie serta para penyanyi besar lainnya membuat kami tenggelam dalam perjalanan musik masing-masing.
Ketertarikan mas Alex untuk membaca novel pertama saya yang bertajuk Panggil Aku Mama merupakan awal perjumpaan kami, walau hanya via DM dan WA. Mas Alex memberanikan diri untuk mengajak saya jumpa secara langsung setelah novel Anak Tak Bernama diluncurkan. Beliau meminta saya untuk menandatangani kedua novel tersebut dan berakhir dengan jam session.
Mas Alex dengan berlatar belakang musik grunge dan alternative tentu saja berbeda dengan saya yang berlatar belakang musik sesuai pesanan. Namun, selera kami berdua terhadap musik jazz yang menyatukan kami. Hingga kami berkolaborasi dalam lagu Tak Mungkin, single ketiga saya; dan beliau menikahi saya sebulan setelah lagu dan video clip rilis.
Justru dengan perbedaan genre yang kami geluti membuat kami berdua kini menjadi sepasang produser musik yang all around dengan segala genre. Dan kami berdua mulai rajin menghadirkan berbagai lagu yang kami suka. Ditambah dengan kami berdua menjadi anggota Indiekost kemudian, yang justru lebih banyak kolaborasi dengan teman-teman Indiekost; antara lain :
- Ssstt Diam - mas Alex Kuple berkolaborasi dengan Aliandi
- Pulang - saya dan mas Alex juga berkolaborasi dengan Aliandi
- Terus Bercahaya - Wira Abdi berkolaborasi dengan saya
- Masihkah Kau Rasakan - Kolaborasi saya dengan mas Ardi Hermawan
- Aku Tak Menangis - mas Alex berkolaborasi dengan mas Wira Abdi dan mas Akbvr Nayo
- Selamat Tinggal Cinta - kolaborasi saya dengan Ronald Dewa
Dan masih banyak lagi kolaborasi lainnya yang bagi kami berdua merupakan perjalanan baru dan akan terus berjalan dengan konsistensi.
Sejak menikah, mas Alex dan saya membuat suatu aktivasi yang juga untuk para musisi muda bertajuk Kollaboragigs. Saat ini Kollaboragigs sudah berjalan selama dua tahun dan akan terus berkolaborasi dengan berbagai komunitas musik.
Jakarta, 19 Mei 2025.
Tya Subiakto, maestro musik Indonesia yang namanya telah dikenal luas sejak 1997, telah mencapai puncak prestasi sebagai penyanyi, konduktor, komposer, arranger, orkestrasi, pianis, dan penulis. Bakatnya yang serba bisa telah menghasilkan karya-karya yang beragam, mulai dari musik film hingga komposisi orkestra yang megah, memadukan unsur tradisional dan modern dengan mahir. Dedikasi dan kolaborasinya dengan musisi lain telah menghasilkan karya-karya berkualitas tinggi yang diakui secara luas, menjadikan Tya Subiakto sebagai inspirasi bagi generasi muda di dunia musik Indonesia.
Alex Kuple, dengan latar belakang yang kuat di genre alternative dan grunge sebagai bassist ALV Band, telah berkolaborasi dengan sejumlah besar musisi ternama Indonesia, termasuk Nugie. Pengalamannya yang luas dalam industri musik telah membentuk pemahaman mendalam tentang berbagai genre musik dan proses kreatif di baliknya. Keahliannya dalam aransemen dan produksi musik menjadi aset berharga dalam kolaborasi-kolaborasinya.
"Pertemuan tak terduga Tya dan Alex, yang berawal dari kecintaan Alex terhadap karya tulis Tya, telah menghasilkan sebuah sinergi kreatif yang luar biasa. Perbedaan latar belakang musik mereka, Tya dengan musik terapan dan Alex dengan genre alternative, justru memperkaya kolaborasi mereka, menghasilkan karya-karya yang unik dan inovatif."
Kolaborasi mereka, yang ditandai dengan single "Tak Mungkin," telah melampaui batas genre dan menjadi bukti kekuatan sinergi kreatif. Mereka berdua kini aktif sebagai produser musik serba bisa, menghadirkan lagu-lagu yang mereka sukai dan aktif dalam komunitas musik Indiekost. Komitmen mereka terhadap pengembangan musisi muda juga terlihat jelas melalui inisiatif Kollaboragigs, yang telah berjalan selama dua tahun dan terus mendukung komunitas musik Indonesia.
Kisah Tya dan Alex adalah bukti nyata bagaimana perbedaan dapat menciptakan harmoni yang luar biasa dalam dunia musik.