DARI DESA LAHIR INSPIRASI : Hartdisk Membangun Desa Huntu yang Berkelanjutan

Senin, 2 Jun 2025 10:00
Perjalanan Pak Awal dan Bu Zahra dalam mengembangkan pangan lokal di Desa Huntu, Gorontalo, merupakan bukti nyata bahwa semangat dan inovasi dapat membawa perubahan besar. Awal dan Zahra

NARASINETWORK.COMDARI DESA LAHIR INSPIRASI : "Menampilkan kisah-kisah inspiratif, Segmen ini berfokus pada cerita individu yang berasal dari desa dan mencapai kesuksesan atau membuat perubahan signifikan dalam hidup mereka, maupun kehidupan orang lain."

Kisah-kisah ini dimaksudkan untuk memotivasi dan menginspirasi pembaca NARASINETWORK.COM. Pada sesi ke-3 ada Perjalanan Pak Awal dan Ibu Zahra dalam mengembangkan pangan lokal di Desa Huntu, Gorontalo, merupakan bukti nyata bahwa semangat dan inovasi dapat membawa perubahan besar.

Perubahan dimulai dari langkah kecil, satu demi satu, dengan tekad yang kuat.”

NARASINETWORK.COM berkesempatan berbincang dengan keduanya, jarak Jakarta dan Gorontalo terasa dekat berkat kemajuan teknologi komunikasi.

Berikut petikan wawancara kami :

1. Mengenai Latar Belakang dan Motivasi:

Pak Awal dan Ibu Zahra, dapatkah Pak Awal dan Ibu Zahra menceritakan secara rinci perjalanan Pak Awal dan Ibu Zahra dalam membangun dan menggerakkan berbagai kegiatan positif di Desa Huntu, mulai dari ide awal hingga implementasinya?

Apa yang menjadi pendorong utama semangat Pak Awal dan Ibu Zahra untuk berkontribusi bagi kemajuan desa, khususnya dalam melestarikan budaya dan pangan lokal?

Bagaimana Pak Awal dan Ibu Zahra membagi peran dan tanggung jawab dalam menjalankan berbagai inisiatif tersebut?

Apakah ada tantangan khusus yang dihadapi dan bagaimana Pak Awal dan Ibu Zahra mengatasinya?

J: Huntu Art District adalah kegiatan yang digagas bersama oleh kawanan komunitas pemuda yang ada di Desa Huntu Selatan dan fokus pada bidang Seni, Budaya, Tradisi, Lingkungan dan Pangan Lokal sejak 2017 sampai sekarang.

Komunitas ini sebenarnya sudah ada sejak 2012 namun fokus kegiatannya di Museum Pendaratan Soekarno Desa Iluta, Danau Limboto dan nama komunitasnya Kelapa Batu. Kegiatan Kelapa Batu khususnya berfokus pada hal yang sama mengenai Seni, Budaya, Tradisi dan Lingkungan, yang gelarannya dilaksanakan setiap bulan Agustus setiap tahunnya.

Sebagai komunitas mandiri, Kelapa Batu membiayai berbagai event dengan berjualan suvenir (kaos, gantungan kunci, dll.), mengadakan lomba untuk anak-anak dan juga melakukan usaha budidaya ayam dan ikan air tawar untuk memenuhi kebutuhan konsumsi harian tamu dan panitia.

Berbagai contoh model usaha dilakukan untuk menunjang berjalannya kegiatan. Sampai dengan akhir 2017, kami memutuskan untuk berfokus pada kegiatan di Desa Huntu Selatan mengingat beberapa anggota komunitas adalah warga Desa Huntu dan sekitarnya, dan sambil mencoba memikirkan bersama bagaimana strategi berjalannya kegiatan.

Berkegiatan di Huntu Selatan, nama komunitas berganti dari Kelapa Batu menjadi Hartdisk, dan juga menambahkan lingkup pangan lokal sebagai bidang kerja komunitas.

Selain itu, mengingat Desa Huntu Selatan adalah desa pertanian (padi sawah dan sayur mayur) maka sebagai langkah awal kegiatan kami mengangkat tema Pesta Seni Panen Padi dan rangkaian acara-acara lainnya.

Dengan berfokus pada kegiatan yang berkaitan dengan pangan lokal, maka kami pun harus mempelajari hulu ke hilir pangan tersebut, mulai dari pertanian, kehidupan petani dan problematika keseharian mereka juga dampak yang bisa tercapai dengan adanya kegiatan komunitas kami di sini.

Salah satu langkah strategis kami adalah dengan melakukan pesta seni padi atau Maa Ledungga tersebut. Di samping itu, kami berusaha di setiap kegiatan kami di Hartdisk selalu menghadirkan kuliner lokal alias makanan kampung, yang menu-menunya selalu kami siapkan bersama ibu-ibu warga.

Awalnya ibu-ibu yang murni ibu rumah tangga, pekerja paruh waktu dan tidak memiliki latar belakang bisnis ini hanya membantu menyiapkan dari rumah masing-masing, lalu melihat potensi yang mereka miliki, kami berpikir untuk mengajak mereka berkreasi berbasis kemampuan yang mereka miliki untuk membuat satu atau dua menu pangan lokal dan kami beli dari mereka.

Ini adalah strategi kami untuk lebih dekat dengan warga juga. Berjalannya waktu, ibu-ibu warga ini mulai kami ajak untuk hadir berjualan di event-event yang kami lakukan agar mendapatkan pengalaman langsung yakni berhadapan dengan pembeli/pengunjung.

Dengan demikian mereka akan lebih cepat berbaur dan paham dengan apa yang sedang kami lakukan dan tak berjarak.

Di tahun 2018, awalnya ibu-ibu hanya menitipkan jualan ke anak-anak desa yang mau menjaga jualan, lalu di 2019 kami membuatkan Pasar sebagai wadah untuk mereka berjualan dengan konsep yang ramah lingkungan (tanpa plastik) juga tanpa transaksi uang langsung melainkan dengan keping tempurung yang nominalnya disepakati.

Kegiatan berlangsung sampai sekarang dengan berbagai macam kisah dan cerita dan manfaat positif baik bagi ibu-ibu warga dan keluarganya, bagi kami di komunitas juga bagi pengunjung dan pemerhati kegiatan kami.

Di Hartdisk, baik saya, Zahra dan anggota komunitas lainnya punya pembagian pekerjaan dan tanggung jawab. Meskipun pekerjaan ini berbasis sukarela namun kami berusaha semaksimal mungkin mengatur waktu dan pembagian tanggung jawab agar semua bisa berjalan dengan baik dan tidak saling memberatkan.

Kami juga dibantu oleh pemuda-pemudi desa yang kami percayakan sebagai penanggung jawab pasar tempat ibu-ibu warga berjualan juga penanggung jawab berbagai kelas, event pameran, display karya dan sebagainya.

Tantangan khusus: perkembangan kuliner masa kini yang begitu laju dan masuk melalui gawai membuat kami harus lebih berkomitmen dan menyusun berbagai strategi untuk mengenalkan pangan lokal dengan cara yang menarik dan tidak membosankan.

Selain itu, menjaga ketersediaan bahan baku juga kestabilan harga pasar saat ini juga menjadi hal yang cukup menantang untuk kami.

2. Strategi Pengembangan Pangan Lokal :

Ibu Zahra telah berhasil mengembangkan berbagai produk pangan lokal, termasuk beras merah, beras cokelat, dan minyak kelapa kampung.

Bisakah Ibu Zahra menjelaskan secara detail strategi yang Ibu Zahra terapkan dalam memproduksi dan memasarkan produk-produk tersebut, termasuk bagaimana Ibu Zahra memastikan kualitas dan keberlanjutannya?

Apa saja kendala yang dihadapi dalam menjaga kualitas dan kuantitas produksi pangan lokal di Desa Huntu, mengingat tantangan geografis dan infrastruktur yang mungkin ada?

Bagaimana Ibu Zahra mengelola aspek ekonomi dan keberlanjutan usaha pangan lokal ini agar tetap menguntungkan dan berkelanjutan?

J: Zahra: Saya bersama suami (Awal) juga keluarga memiliki usaha kecil skala rumahan yang kami beri nama Goronto. Usaha ini adalah produksi dan pemasaran bahan pangan lokal baik yang kami budidayakan sendiri, kami beli dari pasar tradisional atau dari petani langsung.

Sejak 2017 kami sudah memasarkan beras merah, cokelat, beras putih, beras campur, minyak kelapa, madu, ayam kampung asli dan di era pandemi kami juga menambahkan jualan ikan dan seafood segar dan olahan kuliner lokal dengan sistem pra-pesan atau sesuai pesanan pelanggan.

Berbasis sedikit ilmu mengenai pangan dan olahannya yang saya miliki, saya mencoba untuk mengaplikasikan hal tersebut di rumah melalui produk kami yang ketersediaan bahan bakunya ada. Semisal beras cokelat dan beras merah, selama ini untuk memenuhi kebutuhan akan bahan tersebut masyarakat membelinya dari luar Gorontalo, sementara lahan sawah di sini tersedia, maka kami mencoba mengadakan benih dan mengenalkan jenis beras ini ke masyarakat melalui info di grup chat atau postingan cerita di Instagram atau Facebook sehingga menarik minat masyarakat untuk mencobanya.

Selain itu, saya juga suka membuat olahan berbahan dasar produk tersebut dan menjualnya juga membagikan resep-resep olahan menu tersebut sehingga membuat orang ingin memasaknya di rumah.

Untuk memastikan kualitas dan kontinuitas bahan baku dan bahan jualan kami melakukan riset dan survei tak hanya ke satu atau dua petani, nelayan atau pasar, di berbagai pendekatan kami lakukan, membeli dari petani, meyakinkan mereka akan produk mereka tersebut kualitasnya bagus dan harus dipertahankan, sesekali memberikan masukan mengenai teknik budidaya, perawatan dan penanganan yang kami tahu dan pernah lihat agar petani semakin yakin dengan produk mereka.

Selain berjualan bahan pangan dan olahannya dari rumah, Goronto juga beririsan dengan aktivitas yang ada di komunitas Hartdisk yakni usaha pangan warga di Pasar Ambuwa.

Tak jarang kami (saya) dan ibu-ibu saling bertukar resep, berbagi pengetahuan akan bahan pangan lokal dan olahannya untuk disajikan di Pasar Ambuwa. Dengan demikian kualitas bisa terjaga dan terpantau.

Sesekali kami melakukan survei dan evaluasi di antara kami mengenai produk yang kami hasilkan agar kualitas, rasa dan tampilan produk terjaga dan penerimaan konsumen semakin baik.

3. Keterlibatan Masyarakat :

Bagaimana Pak Awal dan Ibu Zahra melibatkan masyarakat Desa Huntu dalam berbagai kegiatan yang dijalankan, khususnya dalam pengembangan pangan lokal dan pasar jajanan tradisional?

Apa strategi yang digunakan untuk memotivasi dan mengajak warga berpartisipasi aktif?

Bagaimana Pak Awal dan Ibu Zahra mengatasi perbedaan pendapat atau tantangan dalam mengelola partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan tersebut?

Apakah ada program khusus untuk memberdayakan perempuan dan kaum muda dalam kegiatan ini?

J: Pelibatan warga dalam setiap kegiatan kami sudah ada sejak komunitas ini dibentuk dan berjalan. Pelibatan warga, terutama mengenai pangan lokal tak hanya di belakang layar melalui pesanan menu yang selalu kami hadirkan di acara-acara komunitas, melainkan menempatkan mereka pada posisi strategis sebagai penjual di Pasar, bertemu dan berkomunikasi langsung dengan pembeli, dan menjadi aktor utama dalam bertransaksi di Pasar.

Di kegiatan-kegiatan kami, kami memberikan porsi yang pas buat warga dan tanpa mengikat atau mengharapkan balasan apa pun dari mereka, sehingga mereka merasa lebih percaya diri, merasa selalu hadir dan merasa menjadi bagian dari kegiatan kami.

Dalam berkomunitas, tak akan mungkin jika tak ada perbedaan pendapat atau keliru dalam berkomunikasi, namun kami berusaha melakukan tindakan antisipatif untuk menghindari konflik sebatas yang sanggup kami lakukan.

Contoh; untuk melancarkan penjualan di Pasar Ambuwa, maka setiap ibu yang berjualan tidak bisa menjual menu yang sama, melainkan menu lokal yang berbeda yang telah kami kurasi bersama. Untuk menghindari menu yang sama maka ibu-ibu penjual harus memasukkan menu jualan mereka 2 hari sebelum jadwal gelaran Pasar Ambuwa.

Mengingat ibu-ibu warga ini hanya memperoleh pendidikan dasar dan pengetahuan mengenai Pangan Lokal masih cukup asing untuk mereka (di tengah masifnya perkembangan industri rekayasa) maka kami menghadirkan sekolah nonformal bagi mereka sebagai wadah belajar, tempat berbagi cerita dan kisah, tempat diskusi dan berbagi ilmu mengenai pangan lokal juga hal-hal terkait lainnya. Wadah tersebut kami beri nama Studio Pangan Warga.

Di sini ibu-ibu bisa belajar lebih dalam mengenai pangan lokal yang sehat, aman dan bergizi, juga pengetahuan mengenai kemasan ramah lingkungan, penghitungan biaya produksi dan keuntungan, penanganan sampah dan lainnya.

4. Peran Seni dan Budaya :

Pak Awal juga dikenal aktif dalam kegiatan seni dan budaya di Desa Huntu.

Bagaimana Pak Awal melihat peran seni dan budaya dalam mendukung pengembangan pangan lokal dan pemberdayaan masyarakat?

Bisakah Pak Awal memberikan contoh konkret bagaimana seni dan budaya diintegrasikan dalam kegiatan-kegiatan yang Pak Awal dan Ibu Zahra lakukan?

Bagaimana Pak Awal dan Ibu Zahra memastikan agar kegiatan seni dan budaya tetap relevan dan menarik bagi generasi muda di Desa Huntu?

J: Awal: Seni merupakan ujung tombak dalam banyak kegiatan budaya, pangan lokal dan lingkungan. Melalui banyak kegiatan seni kami mengenalkan pentingnya budaya, lingkungan juga pangan lokal bagi warga desa.

Pendekatan lewat seni lebih mudah masuk dan dipahami anak muda dan warga desa. Kami juga dalam banyak pameran seni baik di Gorontalo maupun luar Gorontalo selalu membawa dan memperkenalkan ragam pangan lokal dan juga bahan pangan lokalnya.

Dalam beberapa karya seni atau pertunjukan seni menjadi media pembelajaran bersama untuk menjaga dan melestarikan alam karena kaitannya dengan ketersediaan bahan pangan lokal.

5. Keberlanjutan dan Skalabilitas :

Melihat keberhasilan yang telah dicapai, apa rencana jangka panjang Pak Awal dan Ibu Zahra untuk mengembangkan dan memperluas dampak positif kegiatan di Desa Huntu?

Bagaimana Pak Awal dan Ibu Zahra memastikan keberlanjutan program-program yang telah dijalankan, baik dari segi pendanaan maupun sumber daya manusia?

Apakah ada rencana untuk mengembangkan model ini di desa-desa lain atau daerah lain di Indonesia?

Bagaimana Pak Awal dan Ibu Zahra melihat potensi kerjasama dengan pihak lain, baik pemerintah, swasta, maupun organisasi masyarakat sipil, untuk mendukung pengembangan ini?

J: Ukuran keberhasilan masih jauh bagi kami, karena semua ini masih berproses dan semoga apa yang menjadi rencana, target juga capaian kami akan terus berjalan dan tercapai.

Adapun rencana jangka panjang kami dalam memperluas dampak kegiatan ini adalah dengan memperbanyak ruang belajar bagi warga baik ibu-ibu, anak-anak dan remaja juga keluarga, mengadakan workshop usaha kemasan ramah lingkungan yang nantinya akan kami gunakan sebagai bahan kemasan produk jualan ibu-ibu di Pasar Ambuwa, menghadirkan lebih banyak lagi kegiatan seni budaya yang beririsan dengan pangan lokal dan partisipasi warga dan lainnya.

Dengan memperbanyak ruang kegiatan warga di komunitas adalah salah satu cara kami untuk meningkatkan pelibatan masyarakat sehingga semakin banyak masyarakat yang paham dan mengerti dengan kegiatan ini dan pelan-pelan mereka akan menjadi sumber daya manusia yang maju, kreatif, serta menjadi lebih sadar dan siap menghadapi berbagai tantangan ke depan.

Di Hartdisk, selain berkegiatan kami juga melakukan kegiatan pendokumentasian dan pengarsipan karya-karya kegiatan kami sebagai sumber data yang nanti-nanti pasti akan diperlukan, juga sebagai rangkaian dari dokumentasi portofolio komunitas kami sehingga sewaktu-waktu bisa kami ceritakan atau kami sampaikan ke khalayak, dan memudahkan kami ke depan untuk mengajak mitra atau lembaga donor dalam berkolaborasi untuk kegiatan lainnya yang lebih berdampak.

Mengenai duplikasi atau replikasi model kegiatan kami, sebenarnya kami sangat senang jika hal ini dilakukan oleh desa dan daerah lain, kami akan dengan senang hati bersedia menceritakan perjalanan kami sebagai media berbagi pengalaman.

Namun, alangkah baiknya jika proses replikasi tersebut tidak hanya didasarkan dari sisi sumber daya yang sama melainkan berbasis potensi sumber daya yang dimiliki oleh desa tersebut.

Saat ini kami sangat terbuka dengan peluang kerjasama dengan berbagai pihak selama bisa memberi dampak dan manfaat bagi kedua belah pihak, juga tidak menghambat berjalannya program-program yang sudah ada atau sudah direncanakan sebelumnya, namun dengan penuh hati-hati mengenai latar belakang pihak kolaborator, karena kami punya beberapa syarat khusus dalam menjalankan kerjasama di antaranya bukan perusahaan ekstraktif dan perusak lingkungan.

6. Pesan dan Harapan :

Apa pesan atau harapan Pak Awal dan Ibu Zahra kepada generasi muda Indonesia, khususnya bagi mereka yang ingin berkontribusi dalam pembangunan desa dan pelestarian budaya lokal?

Apa saran Pak Awal dan Ibu Zahra bagi pemerintah dan pihak-pihak terkait untuk mendukung upaya-upaya pelestarian pangan lokal dan pemberdayaan masyarakat di daerah pedesaan?

 Apa mimpi atau cita-cita Pak Awal dan Ibu Zahra untuk Desa Huntu di masa depan?

J: Pesan bagi generasi muda: teruslah berusaha menggali potensi diri dan tidak mudah menyerah pada keadaan, karena kondisi nyata dalam berkegiatan di desa atau terkait budaya dan tradisi itu cukup menantang terlebih melawan idealisme dan gengsi diri sendiri.

Saran bagi pemerintah dalam upaya mendukung pelestarian pangan lokal; menguatkan definisi dan pemahaman pangan lokal kepada pemerintah itu sendiri juga masyarakat dengan banyak-banyak mengkampanyekan manfaat pangan lokal bagi berbagai pihak dan aspek kehidupan, juga mengonsumsi dan membeli pangan lokal dari pedagang lokal.

Mimpi masa depan: pangan lokal Gorontalo makin dikenal dan menjadi hal yang sering dibahas, diceritakan juga dihadirkan dalam berbagai suasana. Juga semoga Hartdisk akan selalu dan terus ada, menjadi bagian penting yang dimiliki oleh masyarakat Desa Huntu Selatan dan sekitarnya, masyarakat Gorontalo juga Indonesia.

Perjalanan Awal dan Zahra dimulai dari sebuah komunitas kecil bernama Kelapa Batu. Dari kegiatan sederhana di sekitar Danau Limboto, semangat mereka berkembang untuk membawa perubahan yang lebih besar di Desa Huntu Selatan.

Berganti nama menjadi Hartdisk, komunitas mereka fokus pada seni, budaya, dan terutama, pangan lokal. Dengan strategi yang inovatif, mereka berhasil melibatkan masyarakat, menciptakan Pasar Ambuwa yang unik, dan mengembangkan produk-produk pangan lokal seperti beras merah dan minyak kelapa kampung.

Tantangan demi tantangan dihadapi, namun tekad Awal dan Zahra tak pernah padam. Kisah mereka adalah bukti nyata bahwa perubahan dimulai dari langkah kecil, namun dapat menghasilkan dampak yang luar biasa.

 


Berita Terkini

Lebih dari Sekadar Pelindung Kaki

Gaya Hidup • Sabtu, 31-May-2025 07:00