NARASINETWORK.COM - Dalam upaya mengukuhkan tradisi keilmuan sebagai bagian tak terpisahkan dari kebudayaan nasional, Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) mempersembahkan pameran bertajuk "SciArt 35: 35 Tahun AIPI dan Para Pelopor Penjaga Api Pengetahuan 2025".
"Seni memiliki peran yang sangat penting dalam merawat ingatan kolektif bangsa."
Perhelatan akbar ini, yang merupakan hasil kolaborasi antara AIPI, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia, dan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, resmi telah dibuka oleh Menteri Kebudayaan RI, Bapak Fadli Zoon, pada hari Senin, 13 Oktober 2025, pukul 11.00 WIB, bertempat di Gedung Cagar Budaya, Perpustakaan Nasional.
Pameran ini menampilkan 35 lukisan potret tokoh perintis ilmu pengetahuan di Nusantara, yang merupakan bagian dari rangkaian peringatan 35 tahun AIPI dan menyambut 80 tahun kemerdekaan Indonesia (1945-2025). Para pengunjung diajak untuk menelusuri jejak para "penyuluh kesadaran" yang telah memberikan kontribusi signifikan dalam berbagai bidang ilmu, mulai dari laboratorium alam hingga ruang kuliah, dan hingga ruang batin kebudayaan bangsa. AIPI berupaya menghidupkan kembali wajah dan semangat para ilmuwan, cendekiawan, dan pemikir yang telah menyalakan lentera kesadaran ilmiah di Nusantara, dari Georg Everhard Rumphius hingga B.J. Habibie.
Dewan Kurator yang terdiri dari para ahli di bidangnya, seperti Prof. Sangkot Marzuki (Ilmu Kedokteran), Prof. Ismunandar (Ilmu Pengetahuan Dasar & Staf Ahli Menteri Kebudayaan), Prof. Mayling Oey (Ilmu Sosial), Prof. Budhi Suyitno (Ilmu Rekayasa), Dr. Yudi Latif (Kebudayaan), Prof. Yudi Darma (ALMI), Taufik Rahzen (Budayawan), dan JJ Rizal (Sejarawan), telah melakukan proses kurasi yang panjang dan cermat untuk memilih tokoh-tokoh yang dihadirkan dalam pameran ini.
Para tokoh yang diabadikan dalam lukisan potret ini menjangkau lintas zaman dan disiplin ilmu, mulai dari penjelajah awal seperti Georg Everhard Rumphius dengan Herbarium Amboinense-nya yang legendaris, Alfred Russel Wallace dengan Garis Wallace-nya, dan Christiaan Eijkman peraih Nobel yang meletakkan dasar ilmu vitamin, hingga para pendiri bangsa seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Soepomo, dan Ki Hajar Dewantara, serta begawan ekonomi Soemitro Djojohadikusumo. Pameran ini juga mengapresiasi para pemikir yang memperkaya khazanah intelektual Indonesia seperti Sartono Kartodirdjo, Mochtar Kusumaatmadja, dan Koentjaraningrat, serta ilmuwan modern seperti B.J. Habibie dan Samaun Samadikun.
Seniman Paul Hendro menghadirkan pendekatan unik dalam melukis para tokoh tersebut. Alih-alih menggunakan realisme fotografis, ia menerapkan teknik efek camera obscura dengan metode pinhole, sehingga setiap profil tokoh muncul dari kontras terang-gelap, membentuk volume dan dimensi waktu. Teknik visual yang sarat makna ini diharapkan dapat menghadirkan kembali dan menggelorakan semangat generasi muda untuk mencintai ilmu pengetahuan.
Pameran "SciArt 35" terbuka untuk umum dan akan berlangsung mulai tanggal 13 hingga 31 Oktober 2025 di Perpustakaan Nasional Indonesia.
NARASINETWORK.COM berkesempatan mewawancarai Paul Hendro, seorang seniman yang karyanya menghidupkan kembali memori kolektif bangsa melalui lukisan potret para ilmuwan terkemuka dalam pameran SciArt 35. Pameran ini, yang diselenggarakan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), menjadi perayaan 35 tahun lembaga tersebut dalam menjaga dan menyebarkan api pengetahuan di Nusantara.
Dalam wawancara ini, Paul Hendro berbagi mengenai proses kreatifnya, tantangan yang dihadapi, serta pesan yang ingin disampaikannya kepada generasi muda.
1) Selamat pagi, Kak Paul. Terima kasih atas kesediaan Kak Paul untuk meluangkan waktu berbagi wawasan dengan NARASINETWORK.COM. Kami memiliki beberapa pertanyaan terkait pameran SciArt 35 dan proses kreatif Kak Paul dalam melukis potret para ilmuwan terkemuka.
J : Selamat pagi.
Dengan senang hati saya akan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari NARASINETWORK.COM.
2) Kak Paul memilih teknik camera obscura dengan metode pinhole untuk melukis potret para ilmuwan. Apa yang membuat Kak Paul merasa teknik ini paling tepat untuk menyampaikan esensi dari para tokoh ilmu pengetahuan ini, dan bagaimana teknik ini berkontribusi pada interpretasi Kak Paul tentang mereka?
J: Pemilihan teknik camera obscura dan pinhole ini didasari oleh refleksi historis. Kita tahu bahwa sekitar tahun 1600-an, ketika sebagian besar tokoh ilmuwan yang saya lukis mulai berkarya, bangsa kita belum sepenuhnya terbentuk sebagai Indonesia.
Saat itu, suasana dan kondisi bangsa bisa dikatakan masih "gelap", dalam artian belum banyak dikenal secara luas di dunia ilmu pengetahuan. Kemudian, muncullah cahaya dengan kedatangan para scientist, yang salah satunya dimulai pada tahun 1653 oleh George Everhard Rumphius. Beliau adalah seorang naturalis berkebangsaan Jerman yang datang ke Batavia bersama VOC, lalu melanjutkan perjalanan ke Ambon. Pada usia 26 tahun, Rumphius memulai risetnya dan menghasilkan karya monumental Herbarium Amboinense.
Teknik camera obscura dan pinhole, dengan karakteristiknya yang menghasilkan gambar redup dan penuh misteri, bagi saya sangat tepat merepresentasikan masa-masa awal tersebut. Kedatangan para ilmuwan ini saya interpretasikan sebagai secercah cahaya di tengah kegelapan. Oleh karena itu, dalam lukisan, saya memunculkan warna putih yang membentuk figur para scientist, seolah-olah mereka adalah sumber penerangan di tengah ketidaktahuan.
3) Pameran ini bertujuan menghidupkan kembali sosok-sosok yang bekerja dalam "ruang sepi". Bagaimana Kak Paul, sebagai seorang seniman, mencoba menangkap esensi dari dedikasi dan kontemplasi mendalam yang seringkali terjadi di balik layar dalam dunia ilmu pengetahuan?
J: Ini adalah aspek yang sangat menarik bagi saya. Para ilmuwan ini bekerja dengan ketulusan yang luar biasa. Hasil karya mereka bukan hanya berguna bagi bangsa Indonesia, tetapi juga bagi kemanusiaan secara universal. Bahkan, dampaknya mungkin dirasakan oleh seluruh umat manusia. Namun, seringkali jasa mereka kurang mendapat perhatian yang layak dari pemerintah atau bahkan dianggap biasa saja.
Sebagai seorang seniman, saya merasa terpanggil untuk mengangkat kembali nama mereka melalui lukisan. Harapan saya sederhana, dengan kehadiran figur dan karya mereka dalam pameran ini, generasi sekarang dan mendatang dapat memperoleh pengetahuan berharga tentang sejarah ilmu pengetahuan di Indonesia dan menghargai kontribusi para ilmuwan tersebut.
4) Untuk beberapa tokoh sejarah, mungkin sulit menemukan referensi visual yang memadai. Bagaimana Kak Paul mengatasi tantangan ini dalam proses riset dan interpretasi visual Kak Paul, dan bagaimana Kak Paul memastikan bahwa lukisan Kak Paul tetap setia pada semangat dan warisan tokoh tersebut?
J: Betul sekali, keterbatasan referensi visual menjadi tantangan tersendiri. Apalagi, untuk beberapa tokoh, foto diri bahkan tidak tersedia karena kamera belum ditemukan pada masa hidup mereka. Kita hanya memiliki drawing atau lukisan yang dibuat oleh seniman pada zaman itu, yang tentu saja memiliki keterbatasan dari segi akurasi.
Untuk mengatasi hal ini, saya mencoba memanfaatkan teknologi, yaitu aplikasi Remini, yang dapat meningkatkan kualitas gambar. Meskipun hasilnya terkadang mengalami distorsi, menurut saya, aplikasi ini lebih membantu daripada menggunakan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) yang cenderung menghasilkan gambar yang terlalu sempurna dan kehilangan sentuhan personal.
Selain itu, saya juga melakukan riset mendalam untuk mencari informasi tentang karakter, kepribadian, dan pencapaian tokoh yang akan saya lukis. Dengan memahami latar belakang dan kontribusi mereka, saya berharap dapat menghasilkan potret yang tidak hanya akurat secara visual, tetapi juga mampu menangkap semangat dan warisan yang mereka tinggalkan.
5) Sebagai pelukis potret tokoh-tokoh penting, bagaimana Kak Paul menyeimbangkan antara kebebasan artistik Kak Paul dengan tanggung jawab untuk merepresentasikan sejarah dan warisan mereka secara akurat dan bermakna?
J: Saya menyadari betul adanya tanggung jawab besar dalam melukis potret tokoh-tokoh penting. Oleh karena itu, saya tidak ingin terjebak dalam realisme fotografis yang terlalu kaku.
Saya tetap memberikan ruang bagi kebebasan artistik saya, misalnya dengan mengedepankan teknik melukis manual yang memiliki ketidaksempurnaan tersendiri. Namun, di sisi lain, saya juga berupaya memastikan bahwa lukisan yang saya hasilkan tetap akurat dan bermakna secara historis.
Untuk itu, saya menggandeng para kurator dari AIPI, Kemendikbud, Kemendikti Saintek, dan Perpustakaan Nasional RI. Mereka adalah para ahli di bidangnya masing-masing dan memiliki pemahaman mendalam tentang sejarah ilmu pengetahuan di Indonesia.
Dengan berkolaborasi dengan mereka, saya yakin bahwa pemilihan tokoh, interpretasi visual, dan informasi yang disajikan dalam lukisan akan lebih akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.
6) Selama proses melukis, adakah tokoh tertentu yang secara khusus memengaruhi atau menginspirasi Kak Paul secara pribadi? Bagaimana Kak Paul mengintegrasikan koneksi emosional ini ke dalam karya seni Kak Paul?
J: Ada dua tokoh yang sangat memengaruhi saya. Pertama, tentu saja, George Everhard Rumphius, yang telah saya sebutkan sebelumnya. Kegigihan dan dedikasinya dalam mendokumentasikan kekayaan alam Indonesia pada masa lalu sangat menginspirasi saya.
Kedua, Prof. Dr. Achmad Mochtar, yang kuburannya di Ereveld Ancol, yang kepemilikan lahan tersebut masih milik Belanda. Dimana Ahmad Mochtar adalah salah satu dari 500 orang yang dipancung di tempat tersebut oleh algojo-algojo zaman Romusha pada tahun 1942-1945, masa penjajahan Jepang.
Koneksi emosional dengan kedua tokoh ini saya coba integrasikan ke dalam lukisan saya. Saya ingin menyampaikan rasa hormat dan kekaguman saya kepada mereka melalui setiap sapuan kuas. Saya berharap, penonton dapat merasakan semangat dan nilai-nilai yang mereka perjuangkan melalui karya seni saya.
7) Dengan pameran ini, pesan apa yang paling ingin Kak Paul sampaikan kepada generasi muda tentang pentingnya ilmu pengetahuan, apresiasi terhadap para ilmuwan, dan peran seni dalam merawat ingatan kolektif bangsa?
J: Saya sangat berharap bahwa pameran ini dapat menjadi pengingat bagi generasi muda tentang pentingnya ilmu pengetahuan dan peran para ilmuwan dalam membangun bangsa. Seringkali, kita hanya terpaku pada hasil akhir dari sebuah penemuan atau inovasi, tanpa menyadari adanya proses panjang dan perjuangan keras yang ada di baliknya.
Melalui lukisan-lukisan ini, saya ingin memperkenalkan kembali tokoh-tokoh ilmuwan Indonesia yang mungkin sudah terlupakan atau tidak terlalu dikenal. Saya ingin generasi muda dapat meneladani semangat mereka, yaitu semangat untuk terus belajar, berkarya, dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan negara.
Selain itu, saya juga ingin menekankan bahwa seni memiliki peran yang sangat penting dalam merawat ingatan kolektif bangsa. Seni dapat menjadi medium untuk menyampaikan nilai-nilai luhur, sejarah, dan budaya kepada generasi mendatang.
Dengan demikian, seni tidak hanya berfungsi sebagai hiburan atau estetika, tetapi juga sebagai sarana pendidikan dan inspirasi.
Paul Hendro adalah seorang perupa kelahiran Madiun, 2 April 1968, yang dikenal dengan karya-karya lukis realisnya. Ia merupakan lulusan IKIP Universitas Negeri Yogyakarta tahun 1987. Paul Hendro memulai kariernya sebagai seniman lukis pada tahun 1993.
Berikut adalah beberapa pencapaian penting dalam karier Paul Hendro :
- Pendidikan: IKIP Fine Art Yogyakarta (Universitas Negeri Yogyakarta)
Penghargaan & Rekam Jejak dalam Seni Rupa :
- The Best 5 (five) Winner Jakarta Art Award (2006)
- The Best 5 (five) Winner “Golden Palette” Jakarta (2005)
- The Best 5 (five) Winner Indonesian Asean Art Award (2003)
- Finalis Indofood Art Award
- Pameran Kelompok (Seleksi):
- 10th Anniversary, Philo Art Space, Jakarta, Indonesia (2015)
- Pameran Jakarta Properties di Galeri Nasional (2013)
- Pameran Sang Juara di Galeri Nasional oleh YSRI (2012)
- Pameran Seleksi Noah di Nort Art Space Ancol Jakarta
- Pameran Bersama di Philo Art Space Jakarta (2010)
- Pameran Bersama Para Pemenang JAA “The Running Stars” di Nort Art Space Jakarta (2009)
- Keterlibatan dalam SciArt 35: Melukis potret 35 ilmuwan terkemuka Indonesia untuk pameran yang diselenggarakan oleh AIPI dalam rangka memperingati 35 tahun lembaga tersebut.
Jakarta, 19 Oktober 2025.
NARASINETWORK.COM x Wawancara Tokoh :
Wawancara Tokoh : Paul Hendro dan Kisah di Balik Potret Para Ilmuwan Penjaga Api Pengetahuan "SciArt 35"