NARASINETWORK.COM - KAB BANDUNG
-Suasana memanas terjadi di kawasan Pangalengan, Kabupaten Bandung Jawa Barat, ketika ratusan petani teh menggelar demonstrasi besar-besaran di area perkebunan Malabar Tea Factory 1896.
Aksi yang berlangsung pada Rabu (27/11/2025) siang itu berubah ricuh, ditandai dengan pembakaran saung dan pencabutan sejumlah tanaman di area perkebunan.
Video demonstrasi tersebut masih viral di berbagai media sosial seperti X, TikTok, Instagram, dan WhatsApp. Dalam rekaman yang beredar, tampak massa bukan hanya berorasi di depan kantor pabrik teh, tetapi juga merusak bangunan saung yang ada di perkebunan dan mencabut tanaman secara serentak sebagai bentuk protes.
Penyebab Kericuhan: Alih Fungsi Lahan Teh
Kericuhan berawal dari keresahan para petani mengenai adanya alih fungsi lahan perkebunan teh menjadi kebun sayuran, seperti wortel dan kentang.
Hektaran kebun teh dilaporkan telah ditebang dan diganti dengan komoditas sayuran dalam beberapa bulan terakhir.
Para petani mengaku khawatir perubahan fungsi lahan ini akan mengancam mata pencaharian mereka. Pasalnya, ribuan warga sekitar menggantungkan hidup dari aktivitas memetik teh di perkebunan Malabar.
“Lahan perkebunan dibabat orang desa sekitarnya. Mereka diduga dibayar oleh orang-orang tertentu. Akibatnya petani teh marah,” ujar salah satu petani dalam video yang beredar.
Menurut informasi yang dihimpun, para petani merasa gelisah karena proses alih fungsi lahan tersebut dilakukan tanpa mempertimbangkan keberlangsungan ekonomi masyarakat lokal yang bergantung pada industri teh. Mereka menilai, jika konversi lahan terus berlanjut, para pemetik teh akan kehilangan pekerjaan.
Isu ini disebut telah sampai ke telinga Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Informasi yang beredar menyebutkan bahwa Gubernur Jabar mulai mencermati polemik alih fungsi lahan tersebut, karena konflik dikhawatirkan semakin meluas dan mengguncang sektor ekonomi lokal.
Hingga saat ini, belum ada keterangan resmi dari pihak pengelola perkebunan maupun pihak terkait penyelesaian konflik tersebut. Warga berharap pemerintah dapat turun tangan untuk mediasi agar persoalan tidak memicu kekerasan lanjutan.
Konflik Berkepanjangan Mengancamnya Ekonomi Lokal
Alih fungsi lahan pertanian sering kali menjadi isu sensitif, terlebih di daerah yang menggantungkan ekonomi pada komoditas teh yang membutuhkan waktu penanaman dan perawatan panjang.
Jika tidak ada penanganan tegas, para petani khawatir profesi turun-temurun sebagai pemetik teh akan hilang dan mengubah perekonomian warga setempat secara drastis.
Selain itu, kabar mencuat muncul dari para petani yang menegaskan akan kembali beraksi bila tidak ada kejelasan mengenai status lahan dan perlindungan terhadap mata pencaharian mereka.
**