NARASINETWORK.COM - KAB. BANDUNG
prinsip independensi wartawan, hak memperoleh informasi, pembatasan peliputan yang tidak berdasar, dan sikap profesional dalam menjalankan tugas jurnalistik.
-Sejumlah wartawan yang biasa meliput berbagai isu di wilayah Kabupaten Bandung dan sekitarnya mengaku kebingungan dan heran atas tindakan seorang oknum dari tim gabungan Satuan Tugas Kepatuhan Pajak dan Retribusi serta Pengawasan dan Pengendalian Perizinan (Satgas KPRP3) baru-baru ini.
Wartawan NarasiNetwork.com yang sedang bertugas di sekitar area Kantor Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung merasakan adanya hal yang janggal ketika hendak melakukan peliputan kegiatan penertiban reklame oleh tim Satgas.
Salah seorang awak media tersebut menceritakan bahwa ia tengah melaksanakan tugas jurnalistik sesuai Kode Etik Jurnalistik (KEJ), yakni melakukan pemotretan, observasi lapangan, dan wawancara untuk mendapatkan informasi akurat. Namun, tiba-tiba seorang anggota Satgas menghampirinya dan mempertanyakan identitas dirinya.
“Akang dari mana? Saya wartawan, Bu. Kita cuma undang dua wartawan saja sesuai perintah pimpinan saja, diarahkan ke Pak Iwa dan Pak Awing. Bapak siapa, dari mana?” tanya Astri, salah satu anggota Satgas yang diketahui merupakan pegawai Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (DPUTR) Kabupaten Bandung, bidang PBG.
Menanggapi hal itu, sang wartawan menjelaskan bahwa kehadirannya di lokasi murni karena menjalankan fungsi pers sebagaimana diatur dalam undang-undang pers no 40 1999.
“Oh, begitu. Saya tidak tahu kalau kegiatan ini hanya boleh diliput dua media saja. Kebetulan saya sedang menuju komplek Pemda. Sebagai wartawan, ketika melihat ada kegiatan publik yang relevan untuk diberitakan, tentu spontan saya liput,” ujar Gustav, wartawan NarasiNetwork.com.
Diketahui, kegiatan penertiban reklame oleh Satgas KPRP3 saat itu berlangsung di Kecamatan Soreang, Katapang, dan Pameungpeuk, dengan sejumlah titik di area persimpangan jalan utama.
Klarifikasi dari Wartawan yang Diundang
Pihak redaksi NarasiNetwork kemudian menghubungi Awing Pimpinan Bandungrayanet, salah satu wartawan yang disebut mendapat undangan resmi untuk meliput kegiatan Satgas KPRP3 tersebut.
“Dua hari sebelumnya memang saya menerima undangan untuk meliput kegiatan penertiban. Biasanya kalau saya hadir, saya selalu menginformasikan kepada rekan-rekan media lain. Dalam praktiknya, tidak kurang dari 10 hingga 15 wartawan biasanya ikut meliput, dan tidak pernah ada pembatasan dari pihak Satgas,” jelas Awing.
Ia menambahkan bahwa dirinya berhalangan hadir karena pada waktu yang sama tengah mendampingi Bupati Bandung di kegiatan lain di Dayeuhkolot serta menjadi narasumber di Kabupaten Garut.
“Hari itu saya mendampingi Pak Bupati, jadi tidak bisa ikut peliputan penertiban reklame,” katanya.
Awing juga menegaskan bahwa tidak pernah ada kebijakan resmi yang membatasi wartawan untuk melakukan peliputan.
“Ini perlu diluruskan. Tidak ada pembatasan bagi wartawan dalam peliputan kegiatan Satgas. Kalau pun ada undangan, itu sifatnya pemberitahuan, bukan pembatasan,” tegasnya.
Ia menambahkan, “Biasanya kalau bukan saya, ya saudara Iwa. Kadang Iwa juga tidak hadir di lapangan, hanya menerima informasi sebagai bahan pemberitaan.”
Catatan Etis dan Hukum Pers
Mengacu pada Pasal 4 ayat (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, disebutkan bahwa:
“Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan serta informasi.”
Selain itu, Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik menegaskan bahwa wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.
Dengan demikian, setiap pembatasan peliputan tanpa alasan keamanan yang sah dapat dianggap sebagai bentuk penghalangan kerja pers sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers, yang menyatakan:
“Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan kemerdekaan pers dapat dipidana.”
Oleh karena itu, langkah oknum Satgas yang membatasi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistik di ruang publik tidak sesuai dengan prinsip keterbukaan informasi publik dan kebebasan pers.
Pers memiliki peran penting sebagai kontrol sosial dan penyalur informasi publik. Karena itu, setiap instansi pemerintah maupun non-pemerintah seharusnya memberikan akses yang sama kepada media untuk meliput kegiatan yang bersifat publik, selama tetap menghormati norma, keamanan, dan etika peliputan.
Insiden ini menjadi pengingat bahwa kerja sama antara pemerintah daerah dan insan pers perlu terus dijaga dalam koridor profesionalisme, transparansi, dan penghormatan terhadap hak publik atas informasi.
**
