NARASINETWORK.COM - KAB. BANDUNG
-Rencana pembangunan lapangan sepakbola di atas lahan carik Desa Bumiwangi, Kecamatan Ciparay Kabupaten Bandung kini menjadi sorotan warga. Proyek yang digagas sejak beberapa waktu lalu itu dinilai tidak menunjukkan progres berarti dan justru memunculkan dugaan kepentingan lain di balik pengelolaannya.
Beberapa warga yang tinggal tak jauh dari lokasi mengaku heran dengan pilihan lokasi lapangan. Menurut mereka, area di sekitar puncak Gunung Bumiwangi tersebut bukanlah tempat yang ideal.
"Ini kalo hujan lumpuran tanah merah itu kebawah dari bukit, wah pokoknya parah licin banyak warga dan pengguna jalan terjatuh," ucap warga yang meminta namanya dipublikasi.
"Buat apa lapangan bola di sana? Warga juga tidak pernah meminta itu. Kita nilai ada udang di balik batu sebenarnya,” kata warga lainnya.
Tidak hanya mempertanyakan urgensinya, warga juga menyinggung adanya aktivitas yang dianggap janggal. Mereka menyebutkan bahwa tanah buangan dari pengerjaan lokasi diduga diperjualbelikan.
"Tanahnya juga dijual-belikan kepada berbagai pihak untuk kepentingan pribadi,” kata warga lainnya.
Dugaan tersebut memperkuat persepsi bahwa proyek ini tidak dikelola secara transparan.
Sementara itu, Kepala Desa Bumiwangi, Ayi Lukman Hakim, menepis tudingan bahwa proyek lapangan bola dibiarkan terbengkalai. Ia menyebutkan, keterlambatan terjadi karena keterbatasan dana.
“Jadi bukan mangkrak. Dana anggarannya belum ada lagi. Itu pun sebelumnya hanya separuh dari dana desa, seadanya,” jelasnya.
Ayi menegaskan bahwa pembangunan lapangan bola merupakan bagian dari janji kampanye Pilkades, sebagai respons terhadap aspirasi para pemuda desa.
“Itu aspirasi pemuda. Saya janji waktu kampanye akan membuat lapangan bola. Sekarang polemiknya saja yang belum tuntas,” katanya.
Ia juga menyampaikan bahwa pengelolaan lapangan dipercayakan kepada seseorang bernama Revin.
“Yang mengelola ini Revin, anak dari bendahara Partai Golkar DPC Kabupaten Bandung. Dia dipilih dan didukung oleh pemuda Bumiwangi,” tambah Ayi.
Penyebutan nama tersebut justru memantik pertanyaan warga mengenai kemungkinan adanya kepentingan politik atau relasi tertentu dalam pengambilan keputusan.
Selain polemik lahan carik, Desa Bumiwangi juga tengah dihadapkan pada maraknya pembangunan perumahan dan kavling yang diduga melanggar aturan tata ruang. Kepala desa mengakui bahwa banyak pengembang tidak memenuhi syarat administrasi.
“Saya baru menjabat dua tahun. Dari puluhan perumahan dan kavling di sini, baik yang baru maupun lama, perumahannya memang belum menyampaikan surat-surat persyaratan perizinan. Termasuk fasos dan fasumnya,” ungkap Ayi.
Pengakuan tersebut menunjukkan lemahnya kontrol dan kepatuhan dalam pengelolaan ruang di wilayah tersebut. Situasi ini semakin memperkuat dugaan bahwa tata kelola lahan di Desa Bumiwangi perlu ditinjau ulang secara menyeluruh.
Mandeknya pembangunan lapangan bola, dugaan jual beli tanah buangan, serta maraknya pembangunan perumahan tanpa izin yang lengkap, menimbulkan pertanyaan besar: siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dari pengelolaan lahan di Bumiwangi?
Hingga kini, warga menilai pemerintah desa belum memberikan penjelasan menyeluruh terkait progres, penggunaan anggaran, maupun skema pengelolaan tanah carik. Ketiq1dakjelasan inilah yang memicu lahirnya berbagai spekulasi dan ketidakpercayaan.
**
