NARASINETWORK.COM - Pemerintah Indonesia memulai uji klinis fase 1 vaksin tuberkulosis (TBC) berbasis inhalasi pertama di dunia. Inisiatif ini menegaskan komitmen negara dalam memerangi TBC, selaras dengan prioritas Presiden Prabowo Subianto.
Wakil Menteri Kesehatan RI, dr. Benjamin Paulus Octavianus (dr. Benny), menyatakan bahwa program pemberantasan TBC adalah inisiatif utama yang harus segera direalisasikan. Hal ini disampaikan saat meninjau uji klinis di Rumah Sakit Islam Jakarta, Kamis (13/11/2025) lalu.
Berbeda dari vaksin TBC konvensional yang disuntikkan, vaksin inhalasi menggunakan metode lebih praktis. Vaksin diberikan sebagai uap halus yang dihirup pasien, memungkinkan zat aktif langsung mencapai sistem pernapasan.
Penelitian dipimpin oleh Prof. Erlina Burhan, ahli pulmonologi. Kolaborasi lintas institusi melibatkan Rumah Sakit Persahabatan, Rumah Sakit Islam Cempaka Putih, Etana, dan CanSino Incorporation dari Tiongkok.
Prof. Erlina menjelaskan bahwa uji klinis ini telah melalui persiapan ketat sebelum fase 1. Persetujuan etik diperoleh dari Komite Etik Rumah Sakit Persahabatan (April), Komite Etik Rumah Sakit Islam Cempaka Putih (Juli), dan izin BPOM (Mei 2025).
“Tujuan utama uji klinis fase 1 adalah mengevaluasi keamanan dan kemampuan imunogenisitas vaksin pada individu dewasa sehat berusia 18–49 tahun,” jelas Prof. Erlina.
Sebanyak 36 sukarelawan berpartisipasi, dibagi menjadi dua kelompok dengan dosis berbeda. Rekrutmen dilakukan di Rumah Sakit Islam Cempaka Putih. Tindakan medis lanjutan, seperti pengambilan sampel Bronchoalveolar Lavage Fluid (BALF), dilaksanakan di Rumah Sakit Persahabatan yang memiliki fasilitas bronkoskopi.
Metode inhalasi unggul karena memungkinkan vaksin langsung masuk ke sistem pernapasan, tempat bakteri TBC menyerang. Hal ini diharapkan menstimulasi respons kekebalan lokal yang lebih kuat di paru-paru.
Partisipan akan dipantau berkala pada hari ke-28, ke-90, dan ke-180 setelah vaksinasi untuk memastikan respons imun optimal dan keamanan vaksin dalam jangka panjang.
“Vaksin TBC inhalasi ini diharapkan menjadi terobosan dalam upaya pemberantasan tuberkulosis di Indonesia dan dunia,” kata Prof. Erlina.
dr. Benny menambahkan bahwa pemerintah mengalokasikan anggaran untuk program pemberantasan TBC, diperkirakan Rp10–20 triliun. Ini mencakup dukungan sosial bagi pasien TBC dari keluarga kurang mampu.
“Kami tidak hanya fokus pada pengobatan, tetapi juga memberikan bantuan renovasi rumah bagi pasien TBC miskin. Kementerian Sosial dan Kementerian Tenaga Kerja juga dilibatkan untuk memberikan bantuan makanan bergizi,” jelas dr. Benny.
Pemerintah menargetkan penurunan kasus TBC dari 380 menjadi 65 kasus per 100 ribu penduduk, agar Indonesia sejajar dengan negara maju dalam pengendalian TBC.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, menyampaikan dukungan terhadap pengembangan vaksin TBC inhalasi ini.
“Bukti dukungan kami adalah persetujuan pelaksanaan uji klinis fase 1,” ujar Taruna.
Ia menambahkan bahwa setelah fase 1 aman, BPOM akan memproses izin untuk fase 2 dan 3 guna menentukan dosis efektif serta menguji efikasi vaksin.
“Saya yakin, vaksin ini akan sukses,” tegas Taruna.
Dengan percepatan uji klinis vaksin TBC inhalasi, pemerintah berharap Indonesia dapat menekan kasus TBC dan mencapai target eliminasi TBC pada tahun 2030. Vaksin ini diharapkan menjadi solusi dalam upaya global mengakhiri epidemi TBC.
