NARASINETWORK.COM - Pemerintah Indonesia telah menghentikan sementara operasi pertambangan nikel PT Gag Nikel di Raja Ampat, Papua, efektif sejak (5/6/2025) Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, ini merupakan respons terhadap protes keras dari aktivis lingkungan dan masyarakat sipil yang khawatir akan kerusakan ekosistem di kawasan yang dikenal sebagai surga biodiversitas tersebut.
Penghentian sementara ini membuka jalan bagi verifikasi lapangan untuk memastikan kepatuhan PT Gag Nikel terhadap regulasi lingkungan dan dampak operasionalnya terhadap lingkungan sekitar. Meskipun perusahaan mengklaim telah mengantongi seluruh izin yang diperlukan dan beroperasi di luar kawasan konservasi, serta menjalankan program keberlanjutan, kekhawatiran publik tetap beralasan mengingat keunikan dan kerentanan ekosistem Raja Ampat.
Klaim PT Gag Nikel tentang praktik pertambangan yang baik perlu diverifikasi secara komprehensif dan transparan melalui audit independen. Data empiris tentang keberhasilan program keberlanjutan, termasuk kualitas lingkungan, harus diverifikasi oleh lembaga kredibel dan netral untuk membangun kepercayaan publik dan memastikan akuntabilitas perusahaan.
Protes yang dilakukan oleh Greenpeace dan masyarakat adat Papua selama Indonesia Critical Mineral Conference & Expo 2025 di Jakarta menunjukkan keprihatinan yang meluas tentang dampak pertambangan nikel, tidak hanya di Raja Ampat tetapi juga di seluruh Indonesia. Laporan Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) menyebutkan 380 Izin Usaha Pertambangan (IUP) nikel seluas 983.300,48 hektar di Indonesia, menyoroti skala besar aktivitas pertambangan dan potensi dampak negatifnya.
Kasus Raja Ampat menyoroti dilema Indonesia dalam menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan. Eksploitasi nikel memang berpotensi mendorong pertumbuhan ekonomi dan hilirisasi industri, tetapi harus diimbangi dengan komitmen kuat terhadap perlindungan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Kerusakan lingkungan yang tak tergantikan dan kerugian ekonomi jangka panjang dapat terjadi jika keseimbangan ini tidak tercapai.
Penghentian sementara operasi PT Gag Nikel merupakan langkah penting. Verifikasi lapangan yang teliti dan transparan, yang melibatkan ahli independen dan perwakilan masyarakat lokal, akan menjadi dasar untuk pengambilan keputusan yang adil dan berkelanjutan. Regulasi yang lebih ketat dan pengawasan yang lebih efektif diperlukan untuk memastikan aktivitas pertambangan di Indonesia, khususnya di daerah kaya keanekaragaman hayati, dilakukan secara bertanggung jawab.
Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) telah menemukan sejumlah dugaan pelanggaran lingkungan oleh empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat: PT Gag Nikel (GN), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), PT Anugerah Surya Pratama (ASP), dan PT Mulia Raymond Perkasa (MRP). Meskipun keempatnya memiliki IUP, hanya PT GN, PT KSM, dan PT ASP yang memiliki Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH).
Dugaan pelanggaran meliputi :
- PT ASP: Operasi di Pulau Manuran (746 hektare) tanpa sistem manajemen lingkungan dan pengelolaan limbah. KLH/BPLH telah memasang plang penghentian aktivitas.
- PT GN: Operasi di Pulau Gag (6.030,53 hektare), diduga melanggar UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
- PT MRP: Tidak memiliki dokumen lingkungan dan PPKH di Pulau Batang Pele; eksplorasi dihentikan.
- PT KSM: Membuka tambang di luar izin lingkungan dan kawasan PPKH (5 hektare) di Pulau Kawe.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyatakan IUP PT GN diberikan pada 2017, beroperasi sejak 2018, dan telah mengantongi AMDAL. Namun, laporan media yang menunjukkan lokasi tambang dekat dengan kawasan wisata Piaynemo memerlukan verifikasi lebih lanjut.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon dan anggota DPR lainnya mendukung penghentian sementara dan mengecam dampak tambang terhadap lingkungan dan situs sejarah, mendesak evaluasi izin dan pengawasan yang lebih ketat.
Penghentian sementara operasi PT Gag Nikel merupakan langkah awal penting dalam evaluasi menyeluruh terhadap aktivitas pertambangan di Raja Ampat. Transparansi, verifikasi independen, dan penegakan hukum yang tegas sangat dibutuhkan untuk melindungi lingkungan dan masyarakat dari dampak negatif pertambangan nikel. Keberhasilan upaya ini akan bergantung pada komitmen pemerintah untuk menyeimbangkan kepentingan ekonomi dengan pelestarian lingkungan yang berkelanjutan.