Kepribadian dan Luka Psikologis yang Tak Terlihat pada Remaja

Kamis, 18 Dec 2025 19:55
Kepribadian dan Luka Psikologis yang Tak Terlihat pada Remaja Pinterest

NARASINETWORK.COM - Di balik senyum remaja yang tampak baik-baik saja, sering kali tersembunyi luka psikologis yang tidak kasat mata.

Isu kesehatan mental remaja belakangan ini semakin ramai dibicarakan di berbagai media massa (World Health Organization, 2023; UNICEF Indonesia, 2022). Berbagai laporan menunjukkan meningkatnya angka remaja yang mengalami kecemasan, depresi, stres berkepanjangan, hingga kelelahan mental akibat tekanan akademik, relasi sosial, dan paparan media sosial (WHO, 2023; Kementerian Kesehatan RI, 2022). Fenomena ini menunjukkan bahwa banyak remaja sesungguhnya sedang berjuang secara psikologis, meskipun tidak selalu menampakkannya dalam perilaku yang dianggap bermasalah. Luka ini tidak selalu muncul dalam bentuk tangisan atau perilaku menyimpang, melainkan hadir secara halus (dalam diam), menarik diri, atau perfeksionisme berlebihan. Salah satu kunci untuk memahami luka-luka tersebut adalah dengan melihat kepribadian remaja secara lebih utuh.

Setiap remaja memiliki kepribadian yang unik. Ada yang ekspresif dan mudah bercerita, ada pula yang pendiam dan memilih memendam perasaan. Dalam konteks ini, kepribadian bukanlah label, melainkan jendela untuk memahami bagaimana seorang remaja merespons pengalaman hidup, termasuk pengalaman yang menyakitkan. Remaja dengan kepribadian tertentu mungkin tampak “kuat” di luar, namun sesungguhnya rentan di dalam.

Luka psikologis pada remaja bisa bersumber dari banyak hal: tekanan akademik, ekspektasi orang tua, perbandingan sosial, pengalaman penolakan, hingga relasi pertemanan yang tidak sehat. Sayangnya, luka-luka ini kerap luput dari perhatian karena tidak selalu menimbulkan masalah yang terlihat. Remaja yang berprestasi, misalnya, sering dianggap tidak memiliki masalah, padahal bisa jadi ia sedang berjuang dengan kecemasan dan rasa takut gagal yang intens.

Kepribadian memengaruhi cara remaja mengekspresikan dan memproses luka tersebut. Remaja yang cenderung introvert mungkin memilih diam dan menyendiri ketika terluka, sementara remaja yang ekstrovert bisa tampak ceria namun menutupi kegelisahan dengan aktivitas sosial. Ada pula remaja yang perfeksionis, yang menjadikan pencapaian sebagai cara untuk menutupi rasa tidak aman. Tanpa pemahaman yang tepat, perilaku-perilaku ini mudah disalahartikan.

Di sinilah peran lingkungan, terutama keluarga dan sekolah menjadi sangat penting. Orang dewasa sering kali fokus pada perilaku yang tampak, bukan pada pesan emosional di baliknya. Ketika seorang remaja menjadi lebih pendiam, misalnya, respons yang muncul justru teguran agar lebih aktif. Padahal, yang ia butuhkan mungkin adalah ruang aman untuk didengar tanpa dihakimi.

Bimbingan dan Konseling (BK) di sekolah memiliki posisi strategis dalam membantu remaja menghadapi luka psikologis yang tak terlihat ini. Melalui pendekatan yang berpusat pada individu, guru BK dapat membantu siswa mengenali kepribadiannya, memahami emosi yang dirasakan, serta menemukan cara sehat untuk mengekspresikannya. Konseling bukan tentang memberi nasihat semata, melainkan tentang menemani proses pemulihan.

Memahami kepribadian juga membantu mencegah praktik pelabelan yang justru memperparah luka. Menyebut remaja pendiam sebagai “tidak percaya diri” atau remaja aktif sebagai “tidak bisa diam” dapat membuat mereka merasa tidak diterima. Sebaliknya, ketika kepribadian dipahami sebagai potensi, remaja akan lebih mudah menerima diri dan membangun resiliensi.

Pada akhirnya, luka psikologis pada remaja tidak selalu membutuhkan solusi besar. Di tengah meningkatnya perhatian publik terhadap kesehatan mental remaja, sekolah menjadi salah satu ruang strategis untuk deteksi dini dan pencegahan. Pemahaman terhadap kepribadian membantu guru, orang tua, dan konselor melihat tanda-tanda stres psikologis secara lebih sensitif, sebelum berkembang menjadi gangguan yang lebih serius

Sering kali, yang dibutuhkan remaja bukanlah nasihat panjang atau tuntutan untuk segera berubah, melainkan kehadiran orang dewasa yang mau mendengar dan memahami. Dengan mengenali kepribadian remaja, kita dapat melihat lebih dalam dan membantu mereka pulih dengan cara yang manusiawi dan bermartabat. 

Remaja tidak sedang mencari orang yang sempurna, tetapi orang dewasa yang peduli. Dan kepedulian itu bermula dari satu hal sederhana: memahami kepribadian mereka.

Berita Terkini