Thomas Akaraya Sogen: Dari Solor Menuju Puncak Pena

Kamis, 6 Mar 2025 13:00
    Bagikan  
Thomas Akaraya Sogen: Dari Solor Menuju Puncak Pena
Thomas Akaraya Sogen

Thomas Akaraya Sogen: Dari Solor Menuju Puncak Pena

NARASINETWORK.COM - Thomas Akaraya Sogen, lahir di Pulau Solor, Flores Timur, 22 Desember 1963, adalah seorang pensiunan guru Bahasa Inggris yang telah meninggalkan jejak berharga dalam dunia pendidikan dan kepenulisan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Kisah hidupnya mencerminkan perjalanan inspiratif seorang anak petani yang mampu meraih prestasi gemilang melalui kegigihan dan kecintaannya pada dunia tulis-menulis.

Masa Muda dan Awal Karier Menulis :

Masa kecil Thomas di Pulau Solor, yang masih terbelakang infrastrukturnya pada tahun 1960-an, dipenuhi keterbatasan. Namun, di tengah keterbatasan tersebut, ia menemukan kecintaannya pada membaca dan menulis. Sejak sekolah dasar, ia rajin membaca majalah Kunang-Kunang dan Dian di rumah gurunya, meniru gaya penulisan yang dibacanya. keberaniannya mengirim tulisan tentang kunjungan para biarawan-biarawati di Solor ke majalah Dian di Ende membuahkan hasil, tulisannya dimuat. Keberhasilan ini menjadi titik balik yang semakin menguatkan semangatnya. Ia juga aktif mengirimkan pesan ke Radio Australia, bahkan pernah masuk tiga besar pengirim pesan terbanyak. Baginya, ini bukan sekadar hobi, tetapi juga cara untuk memperkenalkan kampung halamannya yang terpencil kepada dunia luar.

Prestasi akademiknya juga cemerlang. Ia terpilih sebagai siswa teladan SMA Surya Mandala tahun 1983, sebuah sekolah favorit di Flores Timur. Kisah suksesnya di sekolah ini pun ia tuangkan dalam tulisan yang dimuat di Majalah Hidup.

Pengabdian di Dunia Pendidikan dan Agupena :

Setelah menamatkan pendidikan, Thomas mengabdi sebagai guru Bahasa Inggris dan kemudian menjadi pengawas sekolah di Kabupaten Kupang. Namun, kecintaannya pada dunia tulis-menulis tak pernah padam. Pada tahun 2014, ia mendirikan Agupena Provinsi NTT dan turut serta mendirikan cabang Agupena di beberapa kabupaten, seperti Flores Timur, Lembata, Ngada, dan Timor Tengah Selatan. Ia memimpin Agupena NTT selama dua periode (2014-2018 dan 2018-2022) dan kini menjabat sebagai Wakil Ketua I Dewan Pimpinan Pusat Agupena periode 2022-2026.

Melalui Agupena, Thomas berperan sebagai motivator dan inspirator bagi para guru di NTT. Ia mendorong mereka untuk menulis dan menyuarakan aspirasi serta keresahan mereka melalui tulisan. Ia dikenal sebagai sosok yang sederhana namun memiliki pikiran yang luas dan inspiratif. Komitmennya terhadap Agupena sangat tinggi; ia selalu hadir dalam setiap kegiatan, tanpa mempersoalkan waktu dan biaya transportasi. Dedikasi dan keteladanannya telah membuahkan hasil; banyak guru di NTT kini mampu menulis artikel, karya ilmiah, bahkan buku.

Thomas Akaraya Sogen bukan hanya seorang guru Bahasa Inggris dan pengawas sekolah yang berprestasi, tetapi juga seorang tokoh inspiratif yang telah melahirkan banyak guru penulis di NTT. Kisah hidupnya membuktikan bahwa keterbatasan ekonomi dan geografis bukanlah halangan untuk meraih kesuksesan jika dibarengi dengan tekad, kerja keras, dan kecintaan pada bidang yang digeluti. Ia telah meninggalkan warisan yang berharga bagi dunia pendidikan dan kepenulisan di NTT, dan namanya akan selalu dikenang sebagai "Gurunya Para Guru Penulis NTT". Ia pensiun sebagai guru dengan pangkat tertinggi di Provinsi NTT, bukti nyata bahwa aktivitas menulis yang ditekuninya sejak awal karier telah memberikan manfaat besar dalam hidupnya.

NARASINETWORK.COM kali ini berkesempatan berbincang dengan Bapak Thomas Akaraya Sogen, sosok di balik kesuksesan Agupena dalam memberdayakan guru-guru di NTT untuk menulis dan menyuarakan aspirasinya, berikut petikan wawancara kami :

Proses editing buku otobiografi 320 halaman tersebut, apa saja tantangan terbesar yang Bapak hadapi dan bagaimana Bapak mengatasinya?

Tugas seorang editor (media lain menyebutnya sebagai penyelaras bahasa) adalah 'meluruskan' tata berbahasa tulis para penulis. Dalam kasus buku biografi seorang pejabat yg 320 hlm, ditulis oleh sebuah tim yg beranggotakan 8 org dengan karakter berbahasa tulis yg berbeda2. Sehingga sangat dibutuhkan kejelihan seorang penyunting untuk melihatnya secara total. Berbeda jika hanya seorang penulis, pasti sudah diketahui secara persis karakter berbahasa tulisnya. Itu sebuah tantangan tersendiri. Meskipun mereka rata2 ada pars guru tetapi harus diakui bahwa tidak semua mereka berkemampuan bahasa yang baik dan benar apalagi bahasa tulis. Meskipun sudah lama berkesimpung dalam dunia penulisan namun harus diakui bahwa belum.banyak juga sih yg saya tulis. Saya masih harus banyak belajar, apalagi dalam proses mengedit naskah2 dgn ciri khas seperti di atas. Pada saat mengedit, saya selalu berkonsultasi dgn apa dan siapa saja termsuk membuka kamus kalau itu soal penggunaan diksi yg benar... apakah diksi tsb asli Bahasa Indonesia atau bahasa asing yang harus langsung dibuat italic, termsuk penulisan yg benarnya. Seperti 'menerjemahkan' atau 'menterjemahkan' atau "dipersilakan' atau 'dipersilahkan', dll. Kelihatan sepele tetapi sangat urgen. Dan masih banyak contoh lain yg dianggap hal kecil namun sesungguhnya sangat prinsip dalam berbahasa tulis.

Selain Agupena, adakah organisasi atau komunitas lain yang Bapak ikuti dan bagaimana peran tersebut mendukung kegiatan menulis Bapak?

Jujur, saya tdk pernah terlibat di organisasi lain, kecuali Agupena. Hal ini sesungguhnya hanya soal konsistensi saja. Saya berusaha untuk konsisten dgn jalur pilihan saya yakni terus mendorong sebanyak mungkin rekan2 guru untuk menulis sebagai bagian dari sebuah budaya masyarakat terdidik. Motivasi awalnya yg sangat 'murahan' yakni guru menulis agar bisa mendapatkan angka kredit agar bisa naik pangkat setinggi2nya. Dalam.perjalanan waktu, saya akhirnya menyadari jika guru (dan siapa saja) menulis tidak untuk tujuan sesimpel itu, bahkan untuk sebuah tujuan jangka sangat pendek. Padahal hasil menulis nantinya akan menjadi sebuah warisan yang tidak bisa dinilai dgn apapun, minimal untuk anak/cucu dan generasi mendatang.

Apa saran Bapak bagi pemerintah daerah dalam mendukung perkembangan literasi di NTT?

Baru tahun lalu Pemprov NTT meluncurkan Program bernama Genta Belis: NTT membaca, NTT menulis. Program tersebut ada setelah ada temuan hasil survey sebuah NGO bahwa kemampuan literasi anak2 NTT dr jenjang SD sd SMA masih sangat rendah, bahkan ada pula mahasiswa yg juga dgn kondisi serupa terutama pada semester2 awal. Hanya saja program tsb tdk dieksekusi secara tegas, namun hanya diserahkan saja ke sekolah sebagai ujung tombak untuk merealisasikan sesuai dengan sikon masing2 sekolah. Pertanyaannya adalah Pemprov hanya membawahi sekolah menengah. SMA/SMK, lalu bagaimana dengan jenjang pendidikan dasar SD dan SMP? Mereka berada di bawah kendali Pemkab/Pemkot? Bisa tidak sinkron ke bawah dan bisa berhasil pada akhirnya program tersebut.

Bagaimana Bapak melihat peran media sosial dalam perkembangan literasi di NTT? Apakah ada dampak positif dan negatifnya?

Media sosial diakui memiliki peran yang luar biasa terhadap literasi. Dgn daya jangkau yg bgitu luar medsos mampu menyebarkan info ke berbagai penjuru, sehingga dgn mudah sekali masyarakat mendptkan informasi dlm waktu singkat. Namun tentu literasi tdk sebatas ada yg menulis (di medsos) dan ada yg.membacanya.Apalagi saat ini.medsos memberikan banyak aspek.lain seperti ekonomis. Ada kecendrungan mencari nafkah jg di sana. Org bisa memperoleh cuan dengan mengupload konten setiap hari di berbagai media. Kebermanfaatan literasi lalu bergeser. Belum omong soal pemanfaatan medsos yg bertanggung jawab. Ada banyak kasus di mana2 soal penggunaan medsos yg tdk bertanggung jawab. 

Adakah yang berpikir memanfaatkan medsos untuk sesbuah sisi positif? Tahun lalu, saya berlibur ke kampung halaman di Flores. Saya tuliskan catatan perjalanan tersebut selama seminggu lebihbdi akun facebook saya. Mulai dari sekolah di kebun, sekolah di kampung, SMP hrus berjalan kaki 6 km pp, lalu ke SMA di pulau seberang sampai jadi siswa teladan kala tamat... Lalu merayakan HUT ke 33 Pernikahan di kampung istri di Lembata, dst. Ketika usai liburan naskah2 tsb terpikir untuk dijadikan buku otobiografi, memoar perjalanan hidup dan karya saya hanya dgn menambah bbrp tulisan lain. Sebuah tren dari iseng menulis di medsos menjadi sebuah buku yg diwariskan ke generasi mendatang. Why not?

Apa rencana Bapak ke depan terkait kegiatan menulis dan membimbing guru-guru di NTT? 

Saat ini saya tdk lagi menjadi ketua Agupena wilayah NTT namun.menduduki posisi wakil.ketua I DPP Agupena yg membawahi beberapa wilayah termsuk NTT sendiri. Meskipun tdk ikut membuat program di daerah tapi ikut mengawali pelaksanaan kegiatan pendampingan penulisan...bahkan terlibat langsung sebagai narasumber dlm kegiatan2 penulisan bersama para guru. Para guru msh membutuhkan pendampingan dlm hal menulis. Dopping mesti trs diberikan agar mrka tdk berhenti berkarya melalui jalur menulis. Meskipun aturan terbaru sdh tdk lgi mewajibkan guru untuk menulis sebagai salah satu tupoksinya, namun justru itu menjadi tantangan bagi organisasi profesi seperti Agupena. Apakah guru hrs berhenti menulis? Tidak... sekali lagi, tidak. Menulis tdk untuk jangka pendek apalagi tujuan murahan seperti naik pangkat, namun bagaimana memelihara peradaban ini melalui dunia tulis menulis.

Apa perbedaan paling signifikan antara menulis di era 1970-an dan sekarang?

Memang sangat berbeda antara menulis era 70an n skrg. Dulu.kita menulis tangan saja n dikirim di kantor pos, lalu menulis dgn mesin ketik, msh dikrm lwt kantor pos atau fax. Saya mengalami itu ketika.menulis ketika SMP dan SMA. Bbrp naskah yg dimuat di media cetak cetak kala itu ya seperti itu. Lama memang baru dimuat. Tapi itulah, beda zaman.... Saya mengalami peralihan itu... hingga menulis dgn komputer dan laptop lalu mengirimnya di email atau web juga perangkat lainnya. Sangat dibutuhkan penyesuaian era/ keadaan dan diri sehingga menulis tetap terpelihara hingga skrg.

Apa kiat Bapak dalam menjaga konsistensi menulis di tengah kesibukan sebagai pensiunan guru dan aktivis literasi?

Strategi menjaga konsistensi menulis... harus selalu ada waktu untuk itu...membaca dan menulis. Saya membaca terus dari kegiatan mengeditori naskah teman-teman yang menulis, juga dari buku-buku yang ada... Lalu setiap hari harus ada yang ditulis... apa saja... Opini, puisi, kisah-kisah, inspirasi, dan lainnya. Opini. meskipun hanya dimuat di media2 lokal tapi menjadi sebuah kebanggaan, dan naskah-naskah tersebut suatu saat juga berguna, bisa jadi buku ketika temanya pas. Demikian pun puisi... mencicilnya.menuju antologi entah bersama para penulis.lain atau antologi solo.

(*)

Baca Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terbaru

Hari Puisi Sedunia 2025: Merayakan Bahasa, Kreativitas, dan Kekuatan Kata-kata sebagai Terapi Diri
Dongeng: Jembatan Menuju Literasi Dini di Era Digital
Antisipasi Lonjakan Arus Mudik Lebaran 2025, Herman Khaeron Dorong Inovasi Transportasi
UNUSIA Hadir di Pameran Prangko:  Menelusuri Sejarah dalam Sekeping Kartu Pos
Jakarta Storytelling Circle: Menggali Makna "Deep Water" dalam Perayaan #WorldStorytellingDay
Mengenang Wahyu Prasetya : Peringatan 7 Tahun Wafatnya Sang Penyair Malang   
Taman Ismail Marzuki Gelar Diskusi Sastra Buya Hamka,  Hadirkan Tokoh-tokoh Terkemuka
Hikmah Nuzulul Quran 2025 :  Menjadikan Al-Quran Benteng Diri
Dari Bayang-Bayang ke Cahaya : Membangun Ruang Aman di Dunia Seni
Workshop Landscape KOLCAI Sukabumi Libatkan Mahasiswa dan Masyarakat Umum
Lebih dari Sekadar Mawar : Sebuah Eksplorasi Keindahan, Keterampilan, dan Simbolisme dalam Lukisan Cat Air   
Menyingkap Cinta Ilahi : Sebuah Interpretasi Lukisan Novi Priyanti atas Filosofi Rumi
Santa Claus : Sebuah Refleksi Toleransi Beragama dalam Goresan Media Cairan Kopi
GKJW Madiun, GUSDURian, dan Kelompok Lintas Iman Gelar Buka Puasa Bersama : Merajut Toleransi Keragaman
Dari Diam ke Dialog : Memulihkan Komunikasi dalam Persahabatan
Dua Siswi SMAN 2 Jorong Tampil di Pembacaan Syair Ramadan 2025 Negeri Kertas
Petugas Masjid di Cimahi Terima Santunan dalam Kegiatan Jurnalis Nyantri #4 2025
Tadarus Puisi dan Pameran Puisi Eksperimental : Merajut Keragaman dalam Sastra
Bantuan Nyata di Bulan Ramadan: PPTB Bandung Gelar Pasar Murah
Kantor Pertanahan Kota Bandung Tingkatan Sistem Layanan Antrian Baru Yang Lebih Tertib dan Nyaman