NARASINETWORK.COM - Di era modern yang serba dinamis, mobil bukan sekadar alat transportasi, melainkan telah bertransformasi menjadi simbol status, kebebasan, dan pencapaian. Namun, di balik gemerlap kemudahan dan prestise yang ditawarkan, terselip sebuah ironi yang mengkhawatirkan: gengsi.
Dorongan untuk tampil mapan atau mengesankan sering kali membutakan individu terhadap aspek-aspek utama seperti kemampuan mengemudi yang mumpuni, kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang sah, dan yang terpenting, keselamatan diri sendiri serta pengguna jalan lainnya.
Fenomena gengsi ini termanifestasi dalam berbagai perilaku yang berpotensi membahayakan. Salah satunya adalah hasrat untuk segera mengendarai mobil mewah atau berkelas, meskipun keterampilan mengemudi belum terasah dengan baik. Alih-alih mengikuti kursus mengemudi atau berlatih secara intensif, sebagian orang memilih jalan pintas dengan langsung terjun ke jalan raya, bermodalkan keyakinan semu dan mengandalkan keberuntungan semata. Tindakan ini bukan hanya gegabah, tetapi juga sangat berbahaya. Kurangnya penguasaan teknik mengemudi yang benar dapat meningkatkan risiko kecelakaan, membahayakan nyawa pengemudi, penumpang, dan pengguna jalan lainnya.
Selain itu, gengsi juga dapat mendorong seseorang untuk mengabaikan kelengkapan dokumen kendaraan, terutama SIM. Beberapa individu mungkin merasa malu atau tidak percaya diri untuk mengikuti ujian SIM yang sesungguhnya, sehingga memilih jalur ilegal dengan membeli SIM palsu. Tindakan ini bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga mencerminkan ketidakpedulian terhadap keselamatan.
SIM adalah bukti formal bahwa seseorang telah memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman yang memadai untuk mengoperasikan kendaraan bermotor dengan aman dan bertanggung jawab. Tanpa SIM yang sah, pengemudi tidak memiliki jaminan kompetensi, dan risiko kecelakaan pun meningkat secara signifikan.
Lebih jauh lagi, gengsi dapat membutakan mata hati seseorang terhadap pentingnya keselamatan berlalu lintas. Dalam upaya untuk terlihat keren, berani, atau superior, sebagian pengemudi mungkin melakukan tindakan-tindakan berbahaya seperti ngebut, melanggar rambu lalu lintas, menerobos lampu merah, atau mengemudi dalam keadaan mabuk atau terpengaruh obat-obatan terlarang.
Mereka mungkin merasa bahwa kecelakaan tidak akan pernah menimpa mereka, atau bahwa mereka memiliki kendali penuh atas situasi. Namun, kenyataannya, kecelakaan lalu lintas dapat terjadi kapan saja, di mana saja, dan menimpa siapa saja, tanpa memandang status sosial, kekayaan, atau tingkat pendidikan.
Oleh karena itu, sangatlah penting untuk menyadari bahwa gengsi di balik kemudi adalah ilusi yang menyesatkan dan berbahaya. Keinginan untuk tampil mapan, mengesankan, atau superior tidak sebanding dengan risiko kehilangan nyawa, mengalami cacat permanen, atau menyebabkan kerugian material dan emosional bagi orang lain. Keselamatan harus selalu menjadi prioritas utama, dan setiap pengemudi harus bertanggung jawab penuh atas tindakan mereka di jalan raya.
Untuk mengatasi masalah kompleks ini, diperlukan upaya kolektif dan sinergis dari berbagai pihak. Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas, serta memberikan edukasi yang lebih efektif dan berkelanjutan tentang pentingnya keselamatan berkendara. Program-program edukasi ini harus menyasar semua lapisan masyarakat, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa, dan disampaikan melalui berbagai media yang mudah diakses dan dipahami.
Lembaga pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, juga perlu berperan aktif dalam menanamkan nilai-nilai keselamatan sejak dini. Kurikulum pendidikan harus memasukkan materi tentang etika berlalu lintas, peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta bahaya dan konsekuensi dari perilaku mengemudi yang tidak aman. Keluarga juga memiliki peran krusial dalam membentuk perilaku anak-anak sebagai pengguna jalan yang bertanggung jawab. Orang tua harus menjadi contoh yang baik dalam mematuhi peraturan lalu lintas dan mengutamakan keselamatan.
Selain itu, media massa, baik cetak, elektronik, maupun daring, dapat membantu menyebarkan informasi yang benar, akurat, dan relevan tentang keselamatan berkendara. Media juga dapat berperan dalam menghilangkan stigma negatif terhadap pengemudi yang berhati-hati, taat aturan, dan bertanggung jawab. Kampanye-kampanye keselamatan lalu lintas yang kreatif, inovatif, dan menarik dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya keselamatan di jalan raya.
Pada akhirnya, keselamatan di jalan raya adalah tanggung jawab kita bersama sebagai warga negara yang beradab. Dengan mengutamakan keselamatan di atas gengsi, kita dapat menciptakan lingkungan lalu lintas yang lebih aman, nyaman, tertib, dan beradab bagi semua orang. Mari kita jadikan jalan raya sebagai ruang publik yang menghargai setiap nyawa, bukan sebagai arena untuk mempertontonkan status sosial, kekayaan, atau kekuasaan.