NARASINETWORK.COM - Episode ke-77 Semaan Puisi pada Kamis malam (8/5/2025) bertempat di kediaman Taufik Ismail di bilangan Utan kayu, Jakarta. Adalah sebuah program literasi sastra non-profit, menorehkan penghormatan yang mendalam kepada Taufiq Ismail, maestro sastra Indonesia yang karyanya telah memberikan kontribusi signifikan bagi perkembangan sastra nasional. Lebih dari sekadar pembacaan puisi, episode ini menyelami perjalanan hidup, karya sastra, dan warisan abadi Taufiq Ismail, menawarkan pemahaman yang komprehensif tentang sosok penyair yang berpengaruh ini. Penghormatan ini pun berakar pada konteks komunitas Semaan Puisi itu sendiri, sebuah wadah yang konsisten dalam merawat dan memajukan apresiasi sastra di Indonesia.
Hadir sejumlah tokoh penulis, penyair di Episode 77 Semaan Puisi, diantaranya ; Mahwi Air Tawar, Jamal D Rahman, Mustafa Ismail, Fikar W Eda, Devy Matahari, Wahyu Toveng, Remmy Novaris DM,dll
Taufiq Ismail, lahir di Bukittinggi, Sumatera Barat pada tahun 1935, tumbuh dalam lingkungan keluarga yang kaya akan nilai-nilai religius dan intelektual. Latar belakang ini membentuk karakternya yang kritis dan bermoral tinggi, yang terpancar dengan jelas dalam karya-karyanya yang sarat dengan kritik sosial dan politik. Meskipun berlatar belakang pendidikan kedokteran hewan, kecintaannya pada sastra mengantarkannya pada pergulatan intensif dalam dunia literasi. Ia aktif berinteraksi dengan tokoh-tokoh sastra terkemuka, membaca secara ekstensif, dan mempertajam pemahamannya akan peran sastra sebagai alat advokasi sosial dan komentar politik yang efektif.
Peran Taufiq Ismail dalam gerakan Angkatan '66 sangatlah monumental. Gerakan ini, yang menentang dominasi ideologis dan memperjuangkan kebebasan berekspresi, menemukan salah satu pilar utamanya dalam sosok Taufiq Ismail. Keikutsertaannya dalam mendirikan majalah sastra Horison semakin memperkuat posisinya sebagai tokoh kunci dalam perkembangan sastra Indonesia. Gaya puisinya yang khas, lugas, berani, dan mampu mengintegrasikan nilai-nilai agama tanpa dogmatisme membedakannya dari penyair lain. Kemahirannya dalam menggunakan ironi, satire, dan humor untuk mengkritik ketidakadilan sosial dan politik menjadikan karyanya tetap relevan dan memikat pembaca lintas generasi.
Taufiq Ismail bukan hanya seorang penyair ulung, tetapi juga seorang pejuang kebebasan dan integritas. Ia berperan penting dalam mempromosikan kebebasan berekspresi dan inovasi artistik dalam ranah sastra Indonesia. Karya-karyanya terus menginspirasi penyair muda untuk berani menyuarakan pendapat dan membahas isu-isu kontemporer dengan keberanian dan integritas. Puisinya yang tajam dan kritis tetap relevan hingga saat ini, mencerminkan realitas sosial dan politik Indonesia dengan kedalaman dan sensitivitas yang luar biasa. Ia meninggalkan warisan aktivisme dan humanisme yang kuat, mengingatkan kita akan tanggung jawab seniman untuk menggunakan karya mereka sebagai alat perubahan positif dan memperjuangkan keadilan sosial serta hak asasi manusia.
Episode Semaan Puisi ini juga menyajikan analisis beberapa puisi Taufiq Ismail yang terpilih, menunjukkan keragaman tema dan teknik stilistiknya. Puisi seperti "Di Teluk Ikan Putih" merefleksikan kepekaannya terhadap perubahan lanskap dan dinamika sosial pasca kemerdekaan. "Benteng," yang ditulis pada tahun 1966, menangkap semangat perlawanan Angkatan '66. "Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia" merupakan kritik tajam terhadap korupsi dan ketidakadilan. Puisi-puisi lain, seperti "Tentang Joki Jam Sembilan Pagi," "Zaman Edan," "Palestina, Bagaimana Aku Melupakanmu?," "Sejarum Peniti, Sepunggung Gunung," dan "Syiar Untuk Seorang Petani Dari Waimital, Pulau Seram," menunjukkan keluasan cakupan tema yang diangkatnya, mulai dari ketidaksetaraan sosial hingga penghargaan terhadap alam dan kerja keras petani. Masing-masing puisi memperlihatkan kehalusan dan kedalaman dalam mengeksplorasi tema-tema tersebut.
Sejak dirintis pada 26 Oktober 2023 di adakopi original, Jalan Haji Nawi Malik, Serua, Depok, Semaan Puisi konsisten mengadakan pertemuan rutin setiap Kamis malam. Lebih dari sekadar perkumpulan, Semaan Puisi menciptakan ruang khusus untuk menghilangkan kepenatan aktivitas sehari-hari, sebagaimana diungkapkan oleh Beni Satria, penyair dan pendiri Semaan Puisi: “Kami menciptakan ruang untuk sejenak menghilangkan segala kepenatan aktivitas sehari-hari. Selain itu, kami belajar bagaimana para penyair dunia dalam berproses kreatif.”
Angin Kamajaya, pengampu Semaan Puisi, menambahkan dimensi lain dari kegiatan ini: “Ya, dalam Semaan Puisi kita tidak sekadar berkumpul tapi kita juga belajar mengenali diri, belajar kembali tentang jejak dan karya para maestro, baik dari Indonesia maupun penyair dunia.” Kegiatan Semaan Puisi yang sederhana namun bermakna ini dimulai dengan doa dan pembacaan Surat Yasin dari Al-Quran, menciptakan suasana khidmat sebelum sesi pembacaan puisi dimulai. Angin Kamajaya biasanya membacakan biografi penyair yang dipilih untuk episode tersebut, diikuti oleh pembacaan puisi secara bergiliran oleh para anggota.
Keunikan Semaan Puisi terletak pada kesederhanaannya yang justru menciptakan ruang yang intim dan mendalam untuk apresiasi sastra. Bukan sekadar pembacaan puisi biasa, tetapi sebuah proses belajar, refleksi diri, dan penghormatan terhadap para maestro sastra. Melalui episode-episode seperti yang membahas Taufiq Ismail, Semaan Puisi tidak hanya menghidupkan kembali karya-karya penting, tetapi juga memperkuat komitmennya dalam merawat dan memajukan tradisi literasi di Indonesia.
Semaan Puisi Episode 77, yang berfokus pada Taufiq Ismail, merupakan sebuah penghormatan yang pantas diberikan kepada maestro sastra Indonesia ini. Episode ini tidak hanya menyajikan biografi dan analisis karya-karyanya, tetapi juga menekankan warisan abadi yang ditinggalkannya: semangat kritis, keberanian berpendapat, dan komitmen terhadap keadilan sosial. Taufiq Ismail menjadi teladan bagi generasi penyair selanjutnya untuk terus merangkul pemikiran kritis, tanggung jawab sosial, dan integritas artistik dalam berkarya. Melalui episode ini, Semaan Puisi berhasil memperkenalkan dan menghidupkan kembali karya-karya Taufiq Ismail bagi generasi muda, sekaligus menggarisbawahi pentingnya meneruskan warisan sastra yang bermakna bagi bangsa Indonesia. Lebih dari itu, Semaan Puisi sendiri menjadi contoh nyata bagaimana sebuah komunitas kecil dapat berkontribusi besar dalam menjaga dan memajukan apresiasi sastra di Indonesia.