"The Last Geishas: Re-creation": Sebuah Ode untuk Ketahanan Tradisi

Sabtu, 1 Nov 2025 22:36
    Bagikan  
"The Last Geishas: Re-creation": Sebuah Ode untuk Ketahanan Tradisi
Istimewa

The Last Geishas: Re-creation memadukan dokumenter, teater, dan performans untuk merayakan tradisi geisha di tengah modernitas. Pertunjukan ini mengajak penonton merenungkan identitas dan warisan budaya.

NARASINETWORK.COM - "The Last Geishas: Re-creation," garapan Shingo Ōta dan Kyoko Takenaka, yang dipentaskan di Teater Salihara pada 15-16 November 2025, menawarkan hal baru tentang seni pertunjukan. Lebih dari sekadar tontonan, pertunjukan ini adalah refleksi mendalam tentang eksistensi, tradisi, dan modernitas, yang terjalin melalui perpaduan unik antara dokumenter, teater, dan performans.

Pertunjukan ini membawa penonton melampaui batasan teater konvensional, menghadirkan perjalanan yang kaya akan visual dokumenter, narasi teaterikal, dan ekspresi performans yang kuat. "The Last Geishas: Re-creation" menghidupkan kembali kisah para geisha—penjaga seni klasik Jepang—dalam pusaran perubahan zaman. Ōta dan Takenaka tidak hanya merekonstruksi sejarah, tetapi juga menggugah pemikiran tentang relevansi tradisi di era kontemporer.

Salah satu daya tarik utama pertunjukan ini terletak pada jalinan harmonis antara tubuh dan musik. Kolaborasi antara Hydroblast (Shingo Ōta & Kyoko Takenaka) dan Kazusiha Uchihasi menciptakan sinergi yang memukau, di mana setiap gerakan dan nada mengandung makna yang mendalam. Perpaduan antara musik tradisional Jepang dan elemen-elemen modern menghasilkan atmosfer yang kaya dan kompleks, memikat penonton dalam pengalaman yang tak terlupakan.

"The Last Geishas: Re-creation" juga berfungsi sebagai pengingat yang kuat akan pentingnya pelestarian tradisi. Setiap tradisi yang hilang membawa serta sebagian dari identitas kemanusiaan. Pertunjukan ini mengajak kita untuk merenungkan bagaimana kita dapat menghargai dan mempertahankan warisan budaya di tengah arus modernisasi yang tak terhindarkan.

Dengan durasi 70 menit dan ditujukan untuk penonton berusia 13 tahun ke atas, pertunjukan ini menjanjikan pengalaman yang mendalam dan bermakna. Penggunaan bahasa Jepang dalam pertunjukan dilengkapi dengan terjemahan Bahasa Indonesia, memastikan bahwa pesan yang disampaikan dapat diakses oleh beragam penonton.

"The Last Geishas: Re-creation" adalah contoh cemerlang tentang bagaimana dokumenter, teater, dan performans dapat bersatu untuk menciptakan karya seni yang kuat dan relevan. Lebih dari sekadar hiburan, pertunjukan ini adalah undangan untuk merenungkan identitas, tradisi, dan peran kita dalam dunia yang terus berubah.

 


Baca Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terbaru

"The Last Geishas: Re-creation": Sebuah Ode untuk Ketahanan Tradisi
Stone Cold Sober di Jakarta : Boaz Membangun Jembatan Musik Belanda-Indonesia
Sekolah Impian Warga Tribakti Mulya Pangalengan Belum Terwujud
Erasmus Huis Gelar Pameran "Beyond Unsettled Pasts", Soroti Warisan Kolonial
Angkutan Massal BRT Disebut Atasi Kemacetan, Ini Rencana Pemkab Bandung
Sosialisasi Program MBG di Tulungagung: Komitmen Pemerintah Tingkatkan Kualitas Gizi Anak Bangsa
BMKG Keluarkan Peringatan Dini Cuaca untuk 1–3 November 2025
BPBD Kabupaten Bandung sebut Berbagai Bencana Terjadi Usai Hujan Deras dan Angin Kencang
Kang DS Dorong Percepatan Sertifikasi Higiene Sanitasi Dapur MBG Lewat Kerja Sama dengan APKASI dan HAKLI
Banjir Rendam 10 Desa di Ciparay, Camat Perintahkan RT hingga Kades Cepat Respon dan Tanggap
Prevalensi Perkawinan Anak di Jabar capai 5,78 persen, Begini Penjelasan Dr. Siti Komariah
Banjir di Ciparay Kabupaten Bandung, Fasilitas Umum dan Rumah Warga Terendam Hingga Roboh
14 Wartawan Kab. Bandung Lulus UKW Diapresiasi Wakil Ketua APDESI, Ini Pesannya
Humas Era Digital : Membangun Reputasi di Tengah Arus Informasi
Desa Bahowo : Destinasi Ekowisata Unggulan yang Berakar pada Konservasi Mangrove
Epistemologi Kanker "Menjelajahi Batas Pengetahuan dan Ketidakpastian dalam Diagnosis dan Pengobatan"
Dari Palmerah untuk Indonesia : Pameran Seni yang Mengungkap Semangat Kompas Gramedia
Pasar Tradisional : Warna Lokal di Tengah Arus Global
Sehat dan Berbudaya dengan Panganan Tradisional
Pameran Tunggal "Identity" Dewa Made Mustika di Talenta Pop-Up Gallery, Plaza Indonesia