NARASINETWORK.COM - Jumat (5/9/2025) bertepatan dengan 12 Rabiul Awal 1447 Hijriah, akan menjadi momen refleksi bagi umat Islam di seluruh dunia. Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW bukan sekadar seremonial, melainkan sebuah kesempatan untuk merenungkan dan mengaktualisasikan keteladanan beliau dalam membangun peradaban yang berlandaskan kasih sayang, keadilan, dan kemanusiaan.
Perbedaan mendasar antara kalender Hijriah dan Masehi terletak pada sistem penanggalan yang digunakan. Kalender Hijriah berpatokan pada siklus bulan, sementara kalender Masehi pada peredaran matahari. Perbedaan ini mengakibatkan variasi dalam penentuan tanggal. Lalu, bagaimana penentuan tanggal 5 September 2025 dalam kalender Hijriah?
Dalam kitab "Fikih Kontemporer," Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi menjelaskan berbagai metode penentuan awal bulan. Nabi Muhammad SAW mengajarkan metode rukyat, yakni melihat hilal secara langsung. Jika hilal terhalang oleh awan atau kondisi lain, maka bulan berjalan digenapkan menjadi 30 hari, yang dikenal sebagai metode istikmal.
Landasan metode ini terdapat dalam hadits berikut :
إِذَا رَأَيْتُمُ الْهِلَالَ فَصُومُوا وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا فَإِنْ ثُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُومُوا ثَلَاثِينَ يَوْمًا .
Artinya: "Apabila kalian melihat hilal, maka berpuasalah. Apabila kalian melihatnya (hilal), maka berhari rayalah. Dan apabila kalian terhalang, maka sempurnakanlah tiga puluh hari." (HR Bukhari 4/106 dan Muslim no 1081)
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan, muncul metode hisab (perhitungan astronomis) dan kombinasi antara rukyat dan hisab. Perbedaan metode ini berpotensi menimbulkan perbedaan dalam penetapan tanggal Hijriah. Pada tahun 2025, terdapat perbedaan pandangan antara pemerintah, NU, dan Muhammadiyah. Pemerintah dan NU sepakat bahwa 5 September 2025 adalah 12 Rabiul Awal 1447 H, sementara Muhammadiyah menetapkannya sebagai 13 Rabiul Awal 1447 H.
Menelusuri Akar Sejarah dan Ragam Tradisi Maulid :
Tradisi memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW telah mengakar kuat sejak era Dinasti Fatimiyah di Mesir pada abad ke-10. Kala itu, perayaan Maulid diisi dengan doa bersama, lantunan pujian, dan berbagi makanan. Pada masa kepemimpinan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi, momentum Maulid dimanfaatkan untuk membangkitkan semangat juang. Peringatan Maulid Nabi kemudian diresmikan oleh Sultan Ottoman Murad III sekitar tahun 1588, dan tradisi ini menyebar luas ke berbagai penjuru dunia dengan corak yang beragam.
Di Nusantara, Maulid telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat selama berabad-abad. Di Aceh, dikenal tradisi Khanduri Maulid dengan hidangan istimewa untuk seluruh warga. Banten menggelar Muludan dengan pengajian dan pawai obor yang meriah. Keraton Yogyakarta secara rutin menyelenggarakan Sekaten, sebuah perayaan yang memadukan dakwah dengan kearifan budaya lokal. Kalimantan Selatan memiliki tradisi Baayun Maulid, yaitu mengayun bayi dalam ayunan yang dihias indah sambil melantunkan doa keberkahan. Di berbagai daerah lainnya, pengajian, pembacaan riwayat Nabi, tahlil, dan ziarah kubur menjadi sarana untuk mempererat tali persaudaraan dan meningkatkan spiritualitas.
Perayaan Maulid juga berlangsung semarak di berbagai negara Muslim lainnya. Mesir menghidupkan Maulid dengan pembacaan syair pujian dan hidangan khas Halawet al-Maulid. Maroko menyelenggarakan pengajian akbar, zikir berjamaah, dan pawai obor. Pakistan merayakan Eid Milad-un-Nabi dengan menghiasi kota dengan gemerlap lampu dan doa bersama. Turki memperingati Mevlid Kandili dengan pengajian dan pembacaan Al-Barzanji. Afrika Timur, khususnya Kenya dan Tanzania, menjadikan Maulid sebagai festival budaya yang menampilkan musik, tarian, dan lantunan salawat. Keragaman tradisi ini menegaskan bahwa esensi Maulid adalah untuk memperkuat kecintaan kepada Rasulullah dan meneguhkan nilai-nilai kebersamaan.
Bagi umat Islam, Maulid merupakan momentum yang tepat untuk meneladani akhlak mulia Nabi Muhammad SAW, yang dikenal dengan sifat amanah (terpercaya), siddiq (jujur), fathanah (cerdas), dan tabligh (menyampaikan). Nilai-nilai luhur ini menjadi fondasi etika universal yang relevan dalam segala aspek kehidupan, termasuk di era digital.
Di era digital seperti tahun 2025, peringatan Maulid dapat menjadi pengingat untuk mengaplikasikan ajaran Nabi dalam konteks kekinian. Pemanfaatan teknologi untuk berdakwah, memperkuat literasi Islam di dunia maya, serta mengedepankan narasi keislaman yang damai dan moderat menjadi semakin krusial di tengah tantangan intoleransi global.
Amalan Sunnah Menyambut Maulid Nabi Muhammad SAW :
Sebagai manifestasi kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, umat Islam dapat mengamalkan berbagai perbuatan baik untuk meraih ridha Allah SWT, di antaranya ;
1. Sholat Sunnah: Menunaikan sholat Dhuha, Rawatib, Tahajud, Hajat, dan sholat sunnah lainnya sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW. Hindari perbuatan bid'ah dengan tidak melaksanakan sholat yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
2. Membaca Al-Quran: Membiasakan diri membaca dan merenungi makna Al-Quran sebagai upaya untuk meneladani kebiasaan Nabi Muhammad SAW dan meraih keutamaan yang besar, seperti peningkatan derajat dan pahala yang berlipat ganda.
3. Puasa Sunnah: Tidak ada anjuran khusus untuk berpuasa pada hari Maulid Nabi SAW. Jika ingin berpuasa, lakukanlah puasa sunnah mutlak dengan niat mencari ridha Allah SWT, bukan karena memperingati Maulid. Jika Maulid bertepatan dengan hari Jumat, disunnahkan untuk berpuasa sehari sebelumnya atau sesudahnya.
4. Sedekah: Meneladani kedermawanan Nabi Muhammad SAW dengan bersedekah kepada kaum dhuafa, anak yatim, dan mereka yang membutuhkan. Sedekah tidak hanya memberikan manfaat bagi penerima, tetapi juga mendatangkan keberkahan bagi pemberi.
Maulid Nabi Muhammad SAW 2025 adalah momentum refleksi yang mendalam bahwa keteladanan Rasulullah SAW tetap relevan di setiap zaman. Dengan merawat tradisi dan mengamalkan nilai-nilai luhur yang beliau ajarkan, peringatan ini akan terus menjadi inspirasi untuk memperkuat iman dan mempererat persaudaraan di tengah dinamika kehidupan yang terus berubah.