NARASINETWORK.COM - Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza Ul Haq, menegaskan bahwa penguatan kolaborasi multipihak adalah prasyarat utama untuk mempercepat lahirnya sumber daya manusia (SDM) unggul di era digital.
Pernyataan ini disampaikan saat ia menjadi narasumber dalam Diskusi Meja Bundar bertema “Peningkatan SDM Unggul Melalui Kolaborasi Multipihak di Era Digital” yang diselenggarakan Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhannas) RI di Jakarta, Kamis lalu (4/12/2025).
Dalam paparannya, Fajar menyatakan bahwa sampai saat ini, lebih dari 257 ribu sekolah telah menerima perangkat Interactive Flat Panel (IFP) sebagai bagian dari program digitalisasi pembelajaran nasional. Tahun depan, pemerintah menargetkan distribusi mencapai satu juta unit ke seluruh Indonesia. Kebijakan ini, ujarnya, sejalan dengan arahan Presiden untuk mempercepat transformasi pembelajaran secara digital. “Presiden ingin transformasi pembelajaran digital. Pembagian perangkat ini adalah bagian dari revolusi pembelajaran, bukan sekadar kegiatan distribusi,” tegasnya.
Fajar juga menjelaskan bahwa IFP dibekali dengan aplikasi Rumah Pendidikan – platform terintegrasi yang menyatukan ratusan aplikasi pendidikan dalam satu ekosistem. “Sebelum Rumah Pendidikan diluncurkan, ada lebih dari 900 aplikasi pendidikan yang membebani guru. Kini, kita mengintegrasikannya dalam satu pintu: Ruang Guru, Ruang Murid, Ruang Sekolah, Ruang Pemerintah, Ruang Orang Tua, dan Ruang Mitra. Inilah fondasi kolaborasi pendidikan masa depan,” jelasnya.
Untuk melengkapi ekosistem digital, pemerintah juga memperluas pelatihan guru dan mulai menerapkan pembelajaran koding serta kecerdasan buatan (AI) di jenjang SD, SMP, dan SMA. Fajar menyebut bahwa koding dan AI akan menjadi mata pelajaran wajib dalam waktu dekat. “Negara-negara seperti Tiongkok dan Singapura sudah mewajibkannya. Kita harus memastikan anak-anak Indonesia memiliki akses yang sama terhadap kompetensi masa depan,” ujarnya.
Menutup paparannya, Fajar menegaskan komitmen pemerintah dalam mempercepat pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan melalui kerja sama lintas sektor. “Transformasi digital bukan hanya urusan pemerintah. Dunia usaha, komunitas, orang tua, sekolah, dan pemerintah daerah harus terlibat. Hanya dengan bekerja bersama kita bisa memastikan setiap anak Indonesia mendapatkan pembelajaran terbaik,” pungkasnya.
Sementara itu, Gubernur Lemhannas RI, TB. Ace Hasan Syadzily, dalam sambutannya menyampaikan bahwa peningkatan kualitas SDM adalah isu strategis yang menentukan keberhasilan Indonesia memasuki era bonus demografi dan menuju Indonesia Emas 2045. Ia menegaskan bahwa arah kebijakan Presiden menempatkan pembangunan SDM sebagai prioritas nasional yang harus dijalankan secara sistematis oleh seluruh pemangku kepentingan. “Ini momentum strategis. Kajian menunjukkan kualitas SDM kita masih perlu ditingkatkan untuk bersaing dengan negara seperti China, Singapura, dan Vietnam. Jika tidak disiapkan hari ini, Indonesia Emas tidak akan terwujud,” ujar Ace Hasan.
Gubernur Ace Hasan juga menyoroti pentingnya penguatan ekosistem pendidikan, bukan hanya sekolahnya. Ia menyatakan bahwa persoalan di sekolah menengah harus dipandang dari aspek ideologi, penggunaan digital, lingkungan sekolah, dan peran keluarga. “Digital jangan sampai merusak dunia pendidikan, tetapi harus menjadi bagian dari upaya peningkatan kualitas SDM,” tegasnya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya penataan jalur akademik dan vokasi sejak dini, seperti yang dilakukan di Jerman. Lemhannas RI, ujarnya, siap merumuskan rekomendasi strategis bagi Presiden terkait penguatan kualitas SDM berbasis kajian yang komprehensif, termasuk penelaahan sistem pendidikan negara lain. “Pendidikan bukan hanya tugas Kemendikdasmen, tetapi seluruh ekosistem yang melibatkan multipihak. Diskusi hari ini harus melahirkan protokol pemikiran yang kuat untuk pembangunan SDM unggul 2045,” tambahnya.
Di sisi lain, Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian, menegaskan perlunya perubahan struktural untuk mengatasi fragmentasi tata kelola pendidikan, memperjelas alokasi anggaran, dan menata ulang regulasi agar kebijakan berjalan efektif.
“Ada kendala seperti tata kelola yang terfragmentasi sehingga anggaran dan program seringkali tidak sampai ke yang membutuhkan. Kita perlu naskah akademik yang kuat, perencanaan tenaga kerja, dan kodifikasi regulasi agar tidak ada tumpang-tindih kewenangan,” ujarnya. Ia juga menekankan pentingnya menyelaraskan kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja, memperhatikan kesejahteraan guru, serta memasukkan pemahaman teknologi dan AI dalam kurikulum sejak dini untuk mengurangi ketimpangan.
