Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Ruang : Fenomena Pembatasan Rumah di Dukuh Semunggang

Kamis, 8 May 2025 06:00
    Bagikan  
Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Ruang : Fenomena Pembatasan Rumah di Dukuh Semunggang
Nana Wiyono

Keberadaan Masjid Raden Kyai Santri sebagai pusat komunitas di dukuh ini diiringi oleh sebuah aturan tak tertulis yang membatasi jumlah rumah di area inti dukuh hanya sebanyak tujuh unit. Aturan ini, yang dijaga kelestariannya oleh para sesepuh.

NARASINETWORK.COM - Perjalanan dari Jakarta menuju Wonosobo melalui darat di mulai dari (4/5/2025). Dukuh Semunggang, Desa Maduretno, Kecamatan Kalijajar, Kabupaten Wonosobo, menawarkan contoh menarik tentang bagaimana kearifan lokal diintegrasikan ke dalam pengelolaan ruang permukiman.

"Keberadaan Masjid Raden Kyai Santri sebagai pusat komunitas di dukuh ini diiringi oleh sebuah aturan tak tertulis yang membatasi jumlah rumah di area inti dukuh hanya sebanyak tujuh unit. Aturan ini, yang dijaga kelestariannya oleh para sesepuh, bukan sekadar pembatasan fisik, tetapi merupakan refleksi dari sistem sosial dan nilai-nilai budaya yang mendalam."

Dukuh Semunggang, Desa Maduretno, Kecamatan Kalijajar, Kabupaten Wonosobo, menawarkan contoh menarik tentang bagaimana kearifan lokal diintegrasikan ke dalam pengelolaan ruang permukiman

Aturan tujuh rumah bukanlah peraturan formal yang tercantum dalam dokumen pemerintahan. Ia merupakan kesepakatan turun-temurun yang mencerminkan kearifan lokal dan sistem sosial masyarakat setempat. Angka tujuh sendiri kemungkinan memiliki makna simbolis atau filosofis dalam kepercayaan masyarakat Dukuh Semunggang, meskipun penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap signifikansi numerik tersebut. Namun yang jelas, pembatasan ini telah membentuk pola permukiman yang unik dan berkelanjutan.

Dampak pembatasan ini terlihat pada pola perluasan permukiman. Keluarga yang ingin membangun rumah baru dan hidup mandiri harus melakukannya di luar area tujuh rumah inti. Hal ini menciptakan pola pemukiman yang terstruktur, dengan area inti yang padat dan berpusat pada masjid mempertahankan karakteristik tradisionalnya, sementara perluasan permukiman berlangsung secara bertahap dan terencana di sekitarnya. Struktur ini dapat diinterpretasikan sebagai strategi untuk menjaga keharmonisan dan kekompakan sosial dalam komunitas yang relatif kecil.

Aturan ini menunjukkan sistem pengelolaan ruang yang terintegrasi dengan unsur sosial dan budaya. Ia bukan hanya tentang pembatasan fisik, tetapi juga mencerminkan struktur sosial dan hierarki di dalam masyarakat Dukuh Semunggang. Peran para sesepuh sangat penting dalam menjaga dan mengawasi penerapan aturan ini, memastikan kelangsungan sistem sosial dan keharmonisan komunitas. Sistem ini menjadi contoh mekanisme pengaturan pertumbuhan permukiman secara tradisional yang efektif.

Meskipun aturan ini telah berhasil menjaga keseimbangan sosial dan tata ruang di Dukuh Semunggang selama bertahun-tahun, penelitian lebih lanjut sangatlah penting. Studi mendalam diperlukan untuk memahami secara komprehensif makna, proses terbentuknya, dan dampak sosial budaya aturan tujuh rumah ini. Pemahaman yang lebih baik akan memberikan kontribusi berharga bagi pemahaman sistem tata ruang tradisional di Indonesia, terutama di daerah pedesaan yang masih memegang teguh nilai-nilai kearifan lokal. Lebih penting lagi, perlu dikaji bagaimana aturan ini akan beradaptasi dengan perkembangan dan perubahan dinamika sosial dan lingkungan di masa depan, menjamin kelestariannya serta relevansi dalam konteks kemajuan zaman.

Baca Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terbaru

Semaan Puisi Episode 77 : Menggali Kedalaman Karya dan Warisan Literasi Taufiq Ismail yang berkelanjutan
DARI DESA LAHIR INSPIRASI : Rachmat Supriyadi Sang Peramu Rasa di Balik Kesederhanaan
Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Ruang : Fenomena Pembatasan Rumah di Dukuh Semunggang
Menuju Keunggulan Maritim : Refleksi Setahun Kepemimpinan di ILCS/PSD
Kolaborasi untuk Bumi : Dialog PP PMKRI dan Kedutaan Besar Norwegia tentang Perubahan Iklim   
Dari Lokal ke Global : Menemukan Diri dalam Lingkungan Baru
Sanggar Sekar Pandan Rayakan 33 Tahun, Herman Khaeron Terima Penghargaan Budaya
Bersama Menorehkan Sejarah : Wisuda SKUAD Indemo Jakarta 2025
Kuliah Umum Riri Satria : Menjelajahi Komunikasi di Era Digital melalui Pemahaman Karakter
Jagat Sastra Milenia : Merayakan Riri Satria dan Semangat Literasi Indonesia
Melawan Hoaks : Pelatihan Investigasi untuk Jurnalis di Era Digital
Hari Kebebasan Pers Sedunia : Membangun Jurnalisme yang Kuat dan Bertanggung Jawab
Wawancara Tokoh : Yaksa Agus - Dari Stigma Hemofilia Menuju Ketahanan dan Kreativitas
Generasi Cerdas, Mental Sehat : Kunci Sukses Bangsa   
Kawah Putih : Cermin Alam yang Menceritakan Kisah Waktu
Sendiri, Bukan Menyedihkan, Melainkan Pertemuan dengan Semesta
Pakaian sebagai Topeng : Menjelajahi Identitas yang Tersembunyi di Balik Busana
Menangkap Momen Hari Buruh Internasional 2025 Dari Sketsa Para Sketchers di Jakarta
Tidur dalam Cahaya Remang : Menjaga Kesehatan Mata dan Memilih Lampu Tidur yang Tepat   
Mengatasi Ban Kempes : Mandiri dan Siaga di Perjalanan