Yaksa Agus: Seniman Penyintas Hemofilia, Mengolah Pengalaman Lewat Seni

Senin, 20 Jan 2025 15:00
    Bagikan  
Yaksa Agus: Seniman Penyintas Hemofilia, Mengolah Pengalaman Lewat Seni
Yaksa Agus

Proyek Art Therapy berupa jurnal harian - Yaksa Agus

NARASINETWORK.COM - Yogyakarta, Yaksa Agus, seorang Seniman asal Yogyakarta yang juga penyintas hemofilia, mengungkapkan perjalanannya hidup berdampingan dengan kondisi genetiknya melalui karya seni. Sejak 31 Desember 2024, ia memulai proyek "Art Therapy" berupa jurnal harian yang dituangkan dalam sketsa di atas media bekas kemasan obat injeksi hemofilia. Proyek ini bukan sekadar catatan pribadi, melainkan eksplorasi emosional dan filosofis yang mendalam. Yaksa Agus menjelaskan bahwa pengalaman rutin menyuntik obat hemofilia yang berfungsi mencegah perdarahan, menggantikan faktor pembekuan darah, dan mengurangi risiko cedera menjadi inspirasi utama karyanya. Setiap sketsa merekam berbagai emosi, peristiwa, dan harapannya sehari-hari.

Proyek "Art Therapy" berupa jurnal harian - Yaksa Agus

"Catatan harian ini adalah cara saya berdamai dengan hemofilia, yang sebenarnya bukan penyakit, melainkan kelainan genetik," ujar Yaksa Agus. Ia menambahkan bahwa jurnal ini akan berlanjut hingga 31 Desember 2025. Pengalaman Yaksa Agus dengan hemofilia dimulai sejak masa kanak-kanak. Ia didiagnosis hemofilia setelah mengalami pendarahan hebat saat sunat, membutuhkan transfusi darah sebanyak delapan kantong dan dua kantong plasma. Sepanjang hidupnya, ia menghadapi tantangan sosial, termasuk bullying dari teman sebaya dan guru.

"Seringkali saya diejek dan dianggap difabel, padahal secara fisik terlihat sehat," kenangnya. Lebih lanjut, Yaksa Agus menceritakan pengalaman pahitnya saat masih anak-anak: "Bullying bisa juga datang dari guru, ya biasanya guru olahraga. Itu yang saya hadapi waktu anak-anak. Ketika guru olahraga saya, juga guru ngaji di kampung melontarkan bully, ejekan walau nada guyon, akibatnya semua kawan seperti punya kebebasan untuk membully."

Namun, dukungan dari para seniman muda membantunya melewati masa-masa sulit tersebut. "Mereka memberi saya kepercayaan diri dan mengarahkan bakat saya dalam melukis," katanya.

Proyek art therapy ini, menurut Yaksa Agus, awalnya bertujuan untuk membangun rasa percaya diri pada penyintas hemofilia muda dan memandu bakat mereka. "Menggambar dan melukis tidak harus untuk menjadi pelukis terkenal, tetapi setiap ilmu pengetahuan melibatkan visualisasi," jelasnya.

Yaksa Agus berharap karyanya dapat menginspirasi penyintas hemofilia lainnya untuk mengekspresikan diri dan menerima kondisi mereka. Ia juga menekankan pentingnya dukungan keluarga dan lingkungan sekitar bagi penyintas hemofilia, terutama anak-anak dan remaja, untuk mencegah dampak psikologis negatif seperti minder dan putus sekolah.

Hemofilia adalah kelainan genetik yang menyebabkan darah sulit membeku. Pengobatannya melibatkan injeksi faktor pembekuan darah, seperti Faktor VIII (untuk hemofilia A) dan Faktor IX (untuk hemofilia B). Penggunaan obat ini memiliki manfaat seperti mengurangi frekuensi perdarahan dan meningkatkan kualitas hidup. Namun, juga terdapat efek samping seperti reaksi alergi dan pembekuan darah yang tidak diinginkan.

Yaksa Agus, seniman kelahiran Bantul, Yogyakarta (23 Agustus 1975), adalah seorang perupa yang perjalanannya diwarnai oleh eksplorasi diri dan refleksi sosial. Lulusan SMSR dan ISI Yogyakarta, ia telah mengadakan banyak pameran tunggal dan kelompok, baik di dalam maupun luar negeri, menunjukkan konsistensinya dalam berkarya. Dari pameran "Seni untuk Kemanusiaan" hingga "Yaksapedia", karyanya mencerminkan pergulatan batin dan pengamatannya terhadap lingkungan sekitar. Prestasi yaksa Agus termasuk kemenangannya di AIAA Awards 2005. Ia juga aktif sebagai kurator dan penulis dalam berbagai proyek seni. Hubungi Yaksa Agus melalui [email protected] atau temukan karyanya di Facebook (Yaksa), Instagram (Yaksapedia), dan Twitter (studioBodo@yaksapedia).




Baca Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terbaru

Mimi Rasinah : Maestro Tari Topeng Indramayu yang Melegenda
Ekspresi Kritik Sosial : Lokakarya Seni Visual bersama Toni Malakian
Feminimitas dan KRL Commuter Line : Navigasi Ruang Publik, Identitas, dan Semangat Kerja Perempuan Jakarta   
Harkitnas 2025 di Museum Kebangkitan Nasional "Semangat Bangkit dan Berdaya untuk Indonesia Maju"
Segarnya Acar Timun Eksplorasi Sensorik Kuliner
Hangatnya Sup Labu : Resep Sederhana untuk Tubuh yang Sehat
Keanggunan yang Tak Lekang Waktu : Kalung Mutiara untuk Kesempurnaan Padu Padan Profesional
Sup Kacang Merah Kentang : Nutrisi dan Kelezatan Penggugah Selera
Wawancara Tokoh : Tya Subiakto & Alex Kuple "Two Voices, One Vision"
Kemenpora Resmi Lepas Timnas Minifootball Indonesia ke Piala Dunia 2025 di Azerbaijan
Bukit Indah Hambalang Cafe and Restaurant : The Perfect Weekend Getaway
Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariotedjo Dukung Penuh Timnas Minifootball Menuju Piala Dunia
Mitos atau Fakta?  Mengapa Masakan Warmindo Terasa Lebih Enak?
Menjelajah Dunia Lewat Buku : Semangat Hari Buku Nasional 2025
Tak Puas dengan Respons Dispora dan NPCI Jabar, Pengurus dan Atlet NPCI Kota Cirebon Siap Demo
Wawancara Tokoh : Hilmi Faiq Mengurai Paradox Konektivitas Digital dalam Pameran Tunggal Mice Cartoon
Gantole : Menaklukkan Langit, Membangun Keterampilan
Optimalisasi Energi melalui Konsumsi Cokelat
Investasi Budi : Merawat Orang Tua di Usia Senja
Mengelola Panas Berlebih pada Aki Mobil : Pencegahan dan Perawatan Optimal