100 Hari Pemerintahan Baru, 9 dari 10 Korban Kekerasan Seksual Masih Tak Terlindungi

Jumat, 14 Feb 2025 10:00
    Bagikan  
100 Hari Pemerintahan Baru, 9 dari 10 Korban Kekerasan Seksual Masih Tak Terlindungi
Humanis

100 Hari Pemerintahan Baru, 9 dari 10 Korban Kekerasan Seksual Masih Tak Terlindungi Konsorsium Percepatan dan Penguatan Advokasi dan Implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

NARASINETWORK.COM - Jakarta, Dalam 100 hari pemerintahan Prabowo-Gibran, belum terlihat gebrakan signifikan dalam mengatasi persoalan kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual. Hal ini disampaikan oleh Konsorsium Percepatan dan Penguatan Advokasi dan Implementasi Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (ASAP!), yang terdiri dari Yayasan Humanis dan Inovasi Sosial (Humanis), Perempuan Mahardhika, Forum Pengada Layanan (FPL), dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), dalam media briefing yang digelar hari ini.

"Dalam 100 hari ini saja, kita menyaksikan maraknya kasus-kasus pembunuhan perempuan yang dilatarbelakangi oleh ketidaksetaraan relasi kuasa gender dan konstruksi yang menempatkan perempuan sebagai objek," ujar Mutiara Ika Pratiwi, Ketua Perempuan Mahardhika. "100 Hari Pemerintahan ini tidak hanya lamban dalam membahas kebijakan turunan UU TPKS, namun justru muncul kebijakan yang melanggengkan ketidaksetaraan relasi tersebut. Kita justru menjauh dari upaya perlindungan perempuan dan kelompok rentan."

Berdasarkan data SIMFONI Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), kasus kekerasan seksual meningkat pada tahun 2023 dengan mencapai angka 13.156. Namun, ironisnya, hanya 8% korban yang mendapatkan perlindungan tertinggi. Artinya, lebih dari 90% korban masih belum mendapatkan penanganan penuh dan pemulihan komprehensif sebagaimana tertuang dalam Pasal 70 ayat (1) UU TPKS, termasuk hak restitusi dan/atau kompensasi.

Konsorsium ASAP! juga mengkritik kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan dalam 100 hari pemerintahan baru, yang berdampak negatif terhadap sektor krusial seperti pendidikan dan kesehatan. Padahal, kedua sektor ini sangat penting untuk memenuhi amanat UU TPKS. Ajeng Gandini, Project Manager Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), menyatakan, "Kami menyesali meningkatnya kasus kekerasan seksual setiap tahun, namun negara masih belum menunjukkan keberpihakan terhadap korban. Kondisi ini diperparah dengan kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan dalam 100 hari pemerintahan baru. Ironisnya, hampir 90% korban kekerasan seksual masih belum mendapatkan penanganan penuh dan hak atas pemulihan yang komprehensif dari negara, seperti yang diamanatkan oleh Pasal 70 ayat (1) UU TPKS, termasuk kompensasi."

Minimnya transparansi dalam sistem penegakan hukum juga menjadi catatan penting. Konsorsium ASAP! mempertanyakan apakah korban kekerasan seksual mendapatkan kontribusi dari PNBP hasil penegakan hukum. ICJR melakukan kajian mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari hasil sanksi semua tindak pidana. Data menunjukkan pada tahun 2023, negara mendapatkan dana sebesar 9,4 triliun rupiah dari PNBP penegakan hukum. Sementara itu, kebutuhan estimasi kompensasi yang perlu disediakan negara jika pelaku tidak bisa membayar kepada korban hanyalah 18 miliar, bahkan tidak mencapai 0,1% dari total pendapatan PNBP hasil penegakan hukum tersebut. Namun, belum ada kejelasan apakah korban, termasuk korban kekerasan seksual, mendapatkan kontribusi PNBP penegakan hukum atau tidak.

Konsorsium ASAP! menekankan pentingnya peran gerakan perempuan dalam advokasi dan kampanye pemenuhan hak korban kekerasan seksual, serta peran media dan jurnalis dalam mendukung upaya advokasi ini. Media briefing ini merupakan seruan untuk memprioritaskan penghapusan kekerasan seksual dan implementasi penuh UU TPKS. Konsorsium ASAP! mendesak negara untuk berpihak kepada korban dan memastikan perlindungan yang komprehensif bagi mereka.

(*)

Baca Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terbaru

Hari Puisi Sedunia 2025: Merayakan Bahasa, Kreativitas, dan Kekuatan Kata-kata sebagai Terapi Diri
Dongeng: Jembatan Menuju Literasi Dini di Era Digital
Antisipasi Lonjakan Arus Mudik Lebaran 2025, Herman Khaeron Dorong Inovasi Transportasi
UNUSIA Hadir di Pameran Prangko:  Menelusuri Sejarah dalam Sekeping Kartu Pos
Jakarta Storytelling Circle: Menggali Makna "Deep Water" dalam Perayaan #WorldStorytellingDay
Mengenang Wahyu Prasetya : Peringatan 7 Tahun Wafatnya Sang Penyair Malang   
Taman Ismail Marzuki Gelar Diskusi Sastra Buya Hamka,  Hadirkan Tokoh-tokoh Terkemuka
Hikmah Nuzulul Quran 2025 :  Menjadikan Al-Quran Benteng Diri
Dari Bayang-Bayang ke Cahaya : Membangun Ruang Aman di Dunia Seni
Workshop Landscape KOLCAI Sukabumi Libatkan Mahasiswa dan Masyarakat Umum
Lebih dari Sekadar Mawar : Sebuah Eksplorasi Keindahan, Keterampilan, dan Simbolisme dalam Lukisan Cat Air   
Menyingkap Cinta Ilahi : Sebuah Interpretasi Lukisan Novi Priyanti atas Filosofi Rumi
Santa Claus : Sebuah Refleksi Toleransi Beragama dalam Goresan Media Cairan Kopi
GKJW Madiun, GUSDURian, dan Kelompok Lintas Iman Gelar Buka Puasa Bersama : Merajut Toleransi Keragaman
Dari Diam ke Dialog : Memulihkan Komunikasi dalam Persahabatan
Dua Siswi SMAN 2 Jorong Tampil di Pembacaan Syair Ramadan 2025 Negeri Kertas
Petugas Masjid di Cimahi Terima Santunan dalam Kegiatan Jurnalis Nyantri #4 2025
Tadarus Puisi dan Pameran Puisi Eksperimental : Merajut Keragaman dalam Sastra
Bantuan Nyata di Bulan Ramadan: PPTB Bandung Gelar Pasar Murah
Kantor Pertanahan Kota Bandung Tingkatan Sistem Layanan Antrian Baru Yang Lebih Tertib dan Nyaman