NARASINETWORK.COM - Jendrawan Husada lahir pada tahun 1946. Setelah menamatkan pendidikan kedokterannya di Universitas Sumatera Utara pada tahun 1974, beliau mengabdikan diri selama 37 tahun di bidang klinis dan industri. Dari tahun 2012 hingga 2014, Jendrawan Husada bertugas di Kantor Utusan Khusus Presiden, di bidang penanggulangan kemiskinan. Memasuki masa pensiun pada tahun 2015, beliau mulai menekuni hobinya sebagai pelukis cat air hingga kini.
Jendrawan Husada menemukan passion barunya dalam melukis setelah pensiun. Lukisan Cat Air Jendrawan Husada pada Ukuran 90x110 cm.
NARASINETWORK.COM berkesempatan berbincang dengan sosok Bapak Jendrawan Husada yang Inspiratif, berikut petikan wawancara kami ;
I. Teknik dan Proses Berkarya :
1. Teknik dan Material :
Bisa Bapak Jendrawan jelaskan teknik cat air favorit Bapak dan mengapa?
Jenis kuas, pigmen, dan kertas apa yang paling sering Bapak gunakan dan apa alasannya?
Apakah Bapak lebih suka teknik basah-basah atau basah-kering?
J : Berikut ini adalah beberapa tanggapan saya atas pertanyaan yang diajukan rekan anggota KOLCAI Jabodetabeka sekaligus penulis di NARASINETWORK.COM yang bermaksud mempublikasinya.
Semua tanggapan saya adalah pendapat pribadi saya sebagai penggemar dan pelaku seni lukis dengan menggunakan cat air.
Teknik dan Material :
Bagi pelukis dengan cat air terbuka peluang menggunakan berbagai teknik sbb :
1. Memanfaatkan sifat cat air yang transparan dengan melukis lapisan demi lapisan.
Proses ini lebih memakan waktu karena harus menunggu keringnya masing masing lapisan. Ada yang sampai berhari hari.
2 .Melukis “alla prima”.
Istilah ini bisa kita artikan : “sekali jadi”, jadi dari mula sampai akhir.
Pada dasarnya ini pendekatan yang dipakai pelukis dan masing masing ada penganutnya.
Saya pribadi penganut “alla prima”.
Di bidang seni lukis ada beberapa “aliran” seperti realis, impressionis dll
Pembahasan rinci di luar lingkup tulisan ini. Saya berusaha mempersatukan impressi atau kesan dengan realitas .
Kertas :
Kertas khusus untuk Cat air memberi hasil terbaik.
Ada yang terdiri dari pulp/cellulose, ada yang dari serat cotton/katun dan ada yang campuran.
Yang “terbaik” adalah 100% cotton.
Permukaannya bisa : licin , disebut “hot pressed”, bertekstur halus (seperti kulit jeruk) disebut “cold pressed” atau kasar/rough.
Yang paling populer adalah cold pressed.
Beratnya kertas, Bervariasi sekali , ada yang 120, 200, 300 dan 640 gram per meter persegi atau “gsm”.
Semakin enteng semakin mudah bergelombang kena air.
Paling disukai : 300 gsm.
Kuas :
Ada yang berbulu sintetis dan ada yang alamiah seperti a.l. bulu tupai.
Bulu alamiah lebih lemas, bisa memiliki muatan air lebih besar dan mempertahankan keruncingan ujungnya. Saya sendiri memakai dua duanya.
Besarnya? Tergantung besar kertas, untuk ukuran A4 saya gunakan no 6 dan 8.
Semakin besar kertas semakin besar kuas yang dibutuhkan.
Bentuknya ?
Beragam sekali, pengalaman saya 3 jenis cukup.
Round, flat dan rigger atau kuas dengan bulu panjang dan kurus untuk melukis tali, kawat dan sejenis.
Cat air :
Perbedaannya di muatan pigmennya, semakin tinggi semakin baik tapi juga tinggi harganya.
Saya pribadi menggunakan 12-16 warna tapi per lukisan hanya 4-5 yg terpakai.
Palette : bisa pakai piring keramik putih, palette plastik dari toko atau yang dari aluminium atau kuningan yg di cat duco putih.
2. Pengendalian Warna dan Detail :
Bagaimana Bapak mengendalikan gradasi warna dan transparansi dalam lukisan Bapak ? dan mencapai detail yang halus dan tajam dalam cat air yang cenderung transparan?
Apakah ada trik atau rahasia yang bisa Bapak bagikan ?
J : Teknik pelaksaan dan Material yg dibutuhkan :
Singkatnya : kertas , cat air , kuas dan air.
Topik ini luas sekali dengan ragam teknik dan material yang ada dan harganya masing masing.
Jadi baiknya saya singkatkan dengan anjuran yg umum berlaku :
1. Gunakan bahan dengan mutu sebaik mungkin yang sesuai dengan anggaran pelukis.
Ingat kenyataan : tidak ada Mercedes harga Kijang.
2. Belajar jalan dulu sebelum berlari.
3. Harus bersedia menjadi pelukis yang “jelek”dulu sebelum mejadi pelukis “bagus”.
4. Pelukis cat air memakai warna terang sebelum warna gelap .
Untuk pelukis cat minyak ini terbalik.
5. Dalam membagi anggaran sebaiknya sbb:
59% kertas, 30% cat dan sisanya untuk kuas.
6. Carilah guru yg bisa mengajar dari dasar.
Video berisi instruksi banyak dijumpai di YouTube.
7. Tidak ada jalan pintas.
Di masa pensiun Jendrawan Husada tetsp produktif berkarya dengan melukis di media cat air, Salah satu lukisan cat air karya Jendrawan Husada berukuran 56x76 cm
3. Proses Kreatif :
Bisakah Bapak menjelaskan proses kreatif Bapak dari awal ide hingga lukisan selesai?
Apakah Bapak membuat sketsa terlebih dahulu?
Bagaimana Bapak mengatasi kesalahan atau ketidakpuasan selama proses melukis?
J : Proses Kreatif
Inipun topik yang bisa mengisi satu buku sendiri.
Saran saya, belajar “ melihat sebagai Seniman” dengan belajar komposisi dan perspektif.
Saya sendiri kalau tidak bisa membayangkan di angan angan atau imajinasi saya bagaimana hasil akhirnya, saya belum mulai.
Sebagai penggemar : landscape, cityscape dan seascape saya menekuni subyek itu. Intinya apa yang kita rasa atau lihat yang mengetuk hati kita. Mungkin karena saya berpeluang untuk bepergian ke berbagai daerah atau negara.
Sketsa dalam hal ini sangat membantu , foto hanya melengkapi.
Waktu membuat sketsa kita sudah memusatkan perhatian kita pada “object of interest”
Foto biasanya terlalu banyak “isinya” (detail).
Saya ingin dengan lukisan atau lebih tepat berbagi melalui lukisan saya perasaan yang timbul saat melihat suatu pemandangan atau obyek.
II. Perjalanan Karir dan Saran:
4. Perjalanan Karir :
Bisakah Bapak menceritakan perjalanan karier Bapak sebagai seniman cat air ?
Apa tantangan dan pencapaian terbesar yang pernah Bapak alami ?
J : Perjalanan karir sebagai pelukis cat air
Ini singkat, di sekolah dasar berkenalan dengan cat air, selanjutnya beralih perhatian ke hobby hobby lain dan saat pensiun memulai menekuni Cat air.
Saya gunakan kata : menekuni
Karena hanya itu yg dapat dilakukan.
Menekuni dan “bekerja sama” dengan cat air.
Karena kita tidak akan dapat “menguasai”, cat air.
Tentu ini akan menimbulkan pertanyaan : mengapa ?
Jawabannya sebagian besar akibat pengalaman pribadi saya dalam menekuni melukis menggunakan cat air.
Pengalaman itu adalah bahwa cat air memiliki “perangai” sendiri dan seakan-akan dapat “merasakan” kalau kita takut
Misalnya : setelah sudah setengah jadi dan kita harus melukis kawat listrik misalnya, kalau kita “takut” goresan kita akan melenceng, jadinya benar benar meleset !
Yang saya peroleh dari lebih dari 12 tahun menekuni cat air adalah :
Kuasai gerakan tangan dan kenalilah goresan apa yang dapat dihasilkan oleh kuas yang anda gunakan !
Kenalilah perangai cat air di kertas yang kering,lembab atau basah.
Kalau tidak Cat air akan menunjukkan “maunya sendiri “ dan kita sering tunggal mengumpat !
Ada teknik yg disebut :
Wet in wet
Atau basah diatas basah.
Wet on dry, diatas kertas kering.
Dan variasinya seperti Wet up to wet
Basah hingga menyentuh basah dll.
Di sini bisa kita simpulkan bahwa kuas kita menghaslkan “kata kata” yang bila dirangkai menghasilkan “bahasa visual”
Tugas kita pelukis untuk mengisahkan ceritanya !
5. Saran untuk Seniman Muda :
Apa saran Bapak untuk seniman muda yang ingin menekuni seni cat air ?
Apa yang perlu mereka pelajari dan perhatikan ? dan harapan Bapak untuk masa depan seni cat air di Indonesia?
J : Sebagai pelukis yg 100% hobbyist saya berharap penggemarnya akan bertambah pesat karena :
Tidak menggunakan pelarut yang berbau.
Cepat kering
Memulainya rekatif mudah
Peralatan mudah dibawa bawa
tapi : praktis tidak memberi peluang memperbaiki kesalahan.
Di akui merupakan medium yang sulit teknik pengunaannya
Hasil yang memuaskan aspirasi saya adalah ikut berpameran di Galeri Nasional dengan 2 karya saya.
Akhir kata, Semoga Cat air menjadi medium yang meluas dan medukung kemajuan Seni Lukis Indonesia dan pelukisnya.
Jakarta, 9 Juli 2025.