NARASINETWORK.COM - Kuliner Indonesia, dengan kekayaan rempah dan variasi regionalnya, seringkali menghadirkan paradoks yang menarik. Salah satu contohnya adalah perbedaan persepsi mengenai hidangan "pecel lele" dan "pecel ayam" antara Jakarta dan Jawa Timur.
Meskipun keduanya secara umum merujuk pada lele atau ayam goreng yang disajikan dengan sambal, kenyataannya kedua istilah ini menyimpan perbedaan signifikan dalam penyajian dan konteks budaya, yang menimbulkan kebingungan, khususnya bagi mereka yang berasal dari luar daerah.
Perdebatan mengenai asal usul istilah "pecel lele" dan "pecel ayam" masih menjadi topik menarik. Sebuah narasi populer menghubungkannya dengan para pedagang asal Lamongan yang merantau ke Jakarta. Awalnya, hidangan tersebut dikenal sebagai "pecak lele" atau "pecak ayam," di mana "pecak" merujuk pada teknik penyajian dengan sambal yang dipenyet atau diulek.
Penggunaan istilah "pecak" kemudian dihindari karena adanya hidangan "pecak" khas Betawi, sehingga istilah "pecel" diadopsi sebagai pengganti. Teori lain, lebih sederhana, mengaitkan "pecel lele" dengan kesalahan ejaan dari "pecek lele" dalam bahasa Jawa. Ketidakpastian ini sendiri menandakan dinamika budaya kuliner dan proses adaptasi istilah dalam konteks perpindahan.
Perbedaan yang paling mencolok terletak pada penyajiannya. Di Jakarta, "pecel lele" dan "pecel ayam" umumnya disajikan secara praktis dan ekonomis. Hidangan ini terdiri dari lele atau ayam goreng yang digoreng garing, nasi uduk sebagai nasi pendamping, sambal sebagai bumbu utama, serta lalapan (sayuran segar) dan tahu tempe goreng sebagai pelengkap.
Penyajian ini mencerminkan budaya kuliner cepat saji yang umum di kota besar, di mana efisiensi dan kecepatan penyajian menjadi prioritas. Hal ini berbeda jauh dengan pemahaman "pecel" di Jawa Timur.
Di Jawa Timur, hidangan serupa cenderung disebut "lalapan." "Lalapan" merupakan istilah yang lebih umum dan merujuk pada aneka lauk pauk goreng, termasuk lele dan ayam, yang disajikan dengan sambal dan lalapan.
Konsep "pecel" di Jawa Timur lebih spesifik, mengarah pada hidangan sayuran rebus atau kukus yang disiram dengan saus kacang yang khas. Oleh karena itu, istilah "pecel lele" dan "pecel ayam" dapat menimbulkan kebingungan bagi masyarakat Jawa Timur, karena tidak sesuai dengan pemahaman mereka tentang "pecel" yang lebih tradisional.
Perbedaan ini tidak hanya sekedar perbedaan istilah; ia mencerminkan keragaman budaya kuliner Indonesia. Istilah yang sama bisa memiliki arti dan penyajian yang berbeda-beda tergantung pada konteks geografis dan budaya setempat.
Fenomena ini menunjukkan kompleksitas pemahaman kuliner, di mana sebuah istilah bisa berevolusi seiring dengan migrasi budaya dan adaptasi lokal. Bagi perantau atau mereka yang mengunjungi daerah baru, memahami perbedaan ini sangat penting untuk menghindari kesalahpahaman dan menikmati pengalaman kuliner yang lebih kaya.