NARASINETWORK.COM - Cendekiawan Muslim, Prof. Quraish Shihab, menekankan pentingnya toleransi sebagai prinsip utama dalam menyikapi perbedaan penafsiran Al-Qur'an.
Hal ini disampaikan dalam acara Ijtimak Ulama Tafsir Al-Qur’an: Uji Publik Hasil Penyempurnaan Tafsir Al-Qur'an yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama di Jakarta pada hari Rabu kemarin (19/11/2025).
Prof. Quraish Shihab menjelaskan bahwa keluasan makna dalam bahasa Al-Qur’an memungkinkan munculnya berbagai penafsiran dari satu akar kata. Oleh karena itu, kehati-hatian menjadi aspek utama dalam memahami ayat-ayat suci.
“Di sini saya ingin kita berhati-hati dalam menerjemahkan dan memahami ayat-ayat Al-Qur'an. Satu kata yang akarnya sama bisa mempunyai makna yang berbeda,” tuturnya.
Beliau juga menyampaikan bahwa perbedaan adalah bagian dari takdir Tuhan yang harus dimaknai sebagai fondasi kerukunan. Keberagaman, menurutnya, merupakan kekuatan yang mendorong kemajuan, bukan sesuatu yang perlu diseragamkan.
“Kita harus yakin benar bahwa Tuhan mau kita berbeda. Jangan paksa mempersamakan. Kita memang berbeda, dan melalui perbedaan itu kita maju,” ujarnya.
Dalam konteks tafsir, Prof. Quraish Shihab menekankan urgensi mencari titik temu atau prinsip dasar yang tetap sama, meskipun terdapat variasi dalam praktik atau sudut pandang. Titik temu ini menjadi landasan bagi harmoni dalam masyarakat.
Sebagai contoh, beliau mengemukakan nilai ketuhanan yang dianut bangsa Indonesia sebagai prinsip yang mampu mempersatukan keberagaman. “Itulah kita di Indonesia, Ketuhanan Yang Maha Esa. Itu titik temu kita. Itu titik akhir kita,” jelasnya.
Prof. Quraish Shihab juga menegaskan bahwa perbedaan tafsir seharusnya tidak menjadi pemicu konflik.
"Dialog adalah cara terbaik untuk mengatasi perbedaan pendapat, sehingga perbedaan dapat menjadi sarana untuk saling belajar."
“Setelah berdiskusi, wa jadilhum bil-lati hiya ahsan. Bukan sekadar berdebat, tetapi berlatih dengan cara yang terbaik,” katanya.
Menurutnya, Al-Qur’an memberikan panduan etis dalam merespons perbedaan. Jika titik temu tidak tercapai, umat manusia tetap diperintahkan untuk hidup berdampingan, dengan kesadaran bahwa hanya Tuhan yang mengetahui kebenaran sejati.
Menutup presentasinya, Prof. Quraish Shihab menyatakan bahwa toleransi dalam tafsir bukanlah relativisme, melainkan sikap ilmiah yang menghargai perbedaan metode, pengetahuan, dan latar belakang penafsir.
